. Kajian Salaf: Februari 2009

Sabtu, 28 Februari 2009

Rahasia di Balik Sakit


Hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. al-Anbiyaa’: 35).

Sahabat Ibnu ‘Abbas -yang diberi keluasan ilmu dalam tafsir al-Qur’an- menafsirkan ayat ini: “Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir Ibnu Jarir). Dari ayat ini, kita tahu bahwa berbagai macam penyakit juga merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun di balik cobaan ini, terdapat berbagai rahasia/hikmah yang tidak dapat di nalar oleh akal manusia.
Sakit menjadi kebaikan bagi seorang muslim jika dia bersabar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya. (HR. Muslim)
Sakit akan menghapuskan dosa
Ketahuilah wahai saudaraku, penyakit merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang pernah engkau lakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh anggota tubuhmu. Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang pernah dilakukan. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy-Syuura: 30). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim)
Sakit akan Membawa Keselamatan dari api neraka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,” Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi. (HR. Muslim)
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api Neraka.” (HR. Al Bazzar, shohih)
Sakit akan mengingatkan hamba atas kelalaiannya
Wahai saudaraku, sesungguhnya di balik penyakit dan musibah akan mengembalikan seorang hamba yang tadinya jauh dari mengingat Allah agar kembali kepada-Nya. Biasanya seseorang yang dalam keadaan sehat wal ‘afiat suka tenggelam dalam perbuatan maksiat dan mengikuti hawa nafsunya, dia sibuk dengan urusan dunia dan melalaikan Rabb-nya. Oleh karena itu, jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah, dia baru merasakan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan di hadapan Rabb-Nya. Dia menjadi ingat atas kelalaiannya selama ini, sehingga ia kembali pada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS. al-An’am: 42) yaitu supaya mereka mau tunduk kepada-Ku, memurnikan ibadah kepada-Ku, dan hanya mencintai-Ku, bukan mencintai selain-Ku, dengan cara taat dan pasrah kepada-Ku. (Tafsir Ibnu Jarir)
Terdapat hikmah yang banyak di balik berbagai musibah
Wahai saudaraku, ketahuilah di balik cobaan berupa penyakit dan berbagai kesulitan lainnya, sesungguhnya di balik itu semua terdapat hikmah yang sangat banyak. Maka perhatikanlah saudaraku nasehat Ibnul Qoyyim rahimahullah berikut ini: “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat kita gali, -ed). Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari.” (Lihat Do’a dan Wirid, Yazid bin Abdul Qodir Jawas)
Ingatlah saudaraku, cobaan dan penyakit merupakan tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi, shohih). Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami keyakinan dan kesabaran yang akan meringankan segala musibah dunia ini. Amin.
***
Penulis: Abu Hasan PutraArtikel http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/rahasia-sakit.html

Selengkapnya...

Kamis, 12 Februari 2009

Terimalah Aku Apa Adanya

Di bawah naungan ajaran Islam, pernikahan sepasang insan suami istri menjalani hidup mereka dalam satu perasaan, menyatunya hati dan cita-cita. Namun adakalanya pernikahan harus berjalan di atas kerikil. Apalagi saat pandangan mulai berbeda, tujuan tak lagi sama. Mempertahankan keutuhan dan keharmonisan rumah tangga terasa tak lagi mudah. Di mata kita pasangan selalu serba salah dan penuh kekurangan.

Keluarga Samara

Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan. Karenanya Islam menganjurkan, sebab nikah merupakan gharizah insaniyah. Sebagaimana Allah berfirman,

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Ar-Ruum : 30).

Islam memberi penghargaan tinggi pada pernikahan dan Allah menyebutnya sebagai ikatan yang kuat. Dalam al-Quran surat An Nisaa : 21

“… dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”

Demikian agungnya ikatan pernikahan hingga sebanding dengan separuh agama. Begitulah, keputusan dua insan berbeda untuk menikah tentunya dengan pertimbangan matang, faham dan tahu tujuan dari pernikahan. Mengerti betul perbedaan akan disatukan dalam perkawinan. Hingga pemahaman-pemahaman dari ini diharapkan akan membawa pada keharmonisan dan kelangsungan pernikahan pada keabadian.

Pernikahan adalah bangunan yang bertiang Adam dan Hawa yang membangun kecintaan dan kerjasama, penuh mawadah, ketenteraman, pengorbanan, dan juga hubungan rohani yang mulia dan keterikatan jasad yang disyariatkan.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar-Ruum :21).

Ayat ini merupakan pondasi kehidupan yang diliputi suasana perasaan yang demikian sejuk. Istri ibarat tempat bernaung bagi suami setelah seharian bekerja keras. Penghiburnya di saat lelah. Suasana rumah yang penuh belas kasih hingga menumbuhkan ketenteraman. Sebaliknya suami yang baik akan memberikan timbal balik yang sama.

Suami sebagai pemimpin rumahnya dengan bantuan dan dukungan istri akan bertindak sebijaksana mungkin mengatur rumah tangganya tanpa harus bersikap otoriter. Dan jika tugas suami istri berjalan seimbang maka akan memberi ketenteraman dan kemantapan dalam hubungan suami istri. Dan anak-anak yang tumbuh dalam “lembaga” yang bersih ini akan tumbuh dengan baik. Sebab individu yang bernaung di dalamnya tahu hak dan kewajibannya sebagaimana sabda Rasulullah n,

“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggungjawab atas yang dipimpinnya.”

Maka tak heran kalau keluarga harmonis yang saking penuh mawadah warahmah akan mudah diwujudkan. Insyaallah.

Hak dan kewajiban suami istri

Kesan terbaik yang tertangkap dari rumah tangga Nabawi adalah terjaganya hak dan kewajiban dalam hubungan suami istri. Bahkan hak itu tetap diperoleh Khadijah dari Rasulullah meski Khadijah telah wafat hingga membuat Aisyah cemburu. Padahal Aisyah tak pernah berjumpa dengannya. Hal itu semua karena Rasulullah sering mengingat kebaikan dan jasanya.

Keharmonisan dalam rumah tangga akan dengan sendirinya terwujud jika pihak suami atau istri tahu hak dan kewajiban masing-masing. Rasa kasih dan sayang sebagai fitrah Allah di antara pasangan suami dan istri akan bertambah seiring dengan bertambahnya kebaikan pada keduanya. Sebaliknya, akan berkurang seiring menurunnya kebaikan pada keduanya. Sebab secara alami, jiwa mencintai orang yang memperlakukannya dengan berbuat baik dan memuaskan untuknya, termasuk melaksanakan hak dan kewajiban suami istri.

Suami memiliki hak yang besar atas istrinya. Di antara hak itu misalnya:

Menjaga kehormatan dan harga dirinya, mengurusi anak-anak, rumah dan hartanya saat suami tak ada di sisinya. Allah l berfirman :

“….. wanita yang shalihah adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri saat suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara mereka…… “ (An Nisa: 34).

Dalam haditsnya Rasulullah bersabda,

“Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya.” (Riwayat Bukhari Muslim).

Berpenampilan menyenangkan di depan suami dan bersikap manis. Sebagaimana Rasulullah bersabda,

“Sebaik-baik wanita adalah yang bisa membuatmu senang saat engkau pandang, menaatimu saat engkau perintah dan menjaga dirinya dan hartamu saat engkau tinggal.” (Riwayat Tabrani)

Hak lain suami adalah tidak mengizinkan istri memasukan orang yang dibenci suami, menjaga rahasia suami istri termasuk dalam urusan ranjang, berusaha menjaga kelanggengan bahtera rumah tangga, tidak meminta cerai tanpa sebab syar’i.

Dari Tsauban, Rasulullah berkata, “wanita manapun yang minta cerai kepada suami tanpa sebab, maka haram baginya mencium bau surga”. (Riwayat Tirmidzi, Abu Daud).

Selain itu istri harus banyak bersyukur dan tidak banyak menuntut. Perintah ini sangat ditekankan Islam, bahkan ancaman Allah tak akan melihatnya pada hari kiamat kelak jika istri berbuat demikian.

“Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup)”

Masih banyak hak-hak suami atas istrinya. Di samping itu suami pun harus memberikan hak istrinya serta menjalankan kewajibannya. Di antaranya adalah memberi makan pada istri apabila ia makan, memberikannya pakaian, tidak memukul wajah istri, tidak menjelek-jelekkan kekurangannya, tidak meninggalkan istri melainkan di dalam rumah, memperlakukan dengan lembut dan menggaulinya dengan baik.

Selain suami memiliki kewajiban memberi nafkah lahir batin, suami berkewajiban mengajarkan ilmu agama apalagi ia memegang kepemimpinan dalam rumah tangga. Hingga ia pun wajib membekali diri dengan ilmu yang syar’i, dengan demikian ia akan mampu membawa keluarganya, istri dan anaknya dalam kebaikan. Jika ia tidak sanggup, mengajar mereka, suami harus mengajak mereka menuntut ilmu syar’i bersama ataupun menghadiri majelis-majelis ilmu. Suami pun harus memberi teladan baik dalam mengemban tanggung jawabnya dan atas apa yang dipimpinnya.

Menerima Kekurangan dan Kelebihan

Kita melihat bagaimana al-Qur’an membangkitkan pada diri masing-masing pasangan suami istri suatu perasaan bahwa masing-masing mereka saling membutuhkan satu sama lain dan saling menyempurnakan kekurangan.

Ibaratnya wanita laksana ranting dari laki-laki dan laki-laki adalah akar bagi wanita. Karena itu akar selalu membutuhkan ranting dan ranting selalu membutuhkan akar. Sebagaimana firman Allah dalam al-A’raf 189,

“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.”

Karena itu, pernikahan tak hanya menyatukan dua manusia berbeda tapi juga menyatukan dua perbedaan, kelebihan dan kekurangan sepasang anak manusia. Dimana masing-masing akan saling mengisi dan melengkapi kekurangan satu dengan yang lain. Sementara menjadikan kelebihan masing-masing untuk merealisasikan cita-cita pernikahan sesungguhnya.

“Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (al Baqarah : 187).

Dengan memahami hal ini, kehidupan rumah tangga akan tenteram. Dan tenang berlayar, sangat mustahil ditemukan sepasang suami istri yang sempurna segala sesuatunya. Yang bisa dilakukan adalah dengan jalan saling memahami dan menghargai satu sama lain.

Menerima apa adanya kekurangan atau kelebihan pasangan. Tidak membandingkan pasangan kita dengan yang lain. Karena hal-hal seperti ini tidak akan membuat nyaman hubungan namun hanya akan menjadikan kita makin sensitif dengan segala perbedaan. Dan sekali lagi memaafkan semua kekurangan pasangan adalah lebih baik. Hargailah segala kelebihannya. Dan berterima kasihlah atas semua yang telah dikerjakan dan diberikan pasangan pada kita. Insyaallah ini akan membuat makin manisnya hubungan dengan pasangan.

Mungkin ada hal-hal yang tak kita sukai pada pasangan kita, namun bukanlah masih ada hal-hal baik yang kita sukai dan lihat ada padanya? Kita harus bijaksana menyikapi hal ini.

Kita tak perlu berpura-pura dan menutupi kekurangan kita hanya karena takut tak sempurna di hadapan si dia. Karena bisa saja justru hal ini akan menyeret kita pada hal-hal berbahaya. Moralnya saja dengan berbohong menjanjikan ini dan itu serta janji setinggi langit. Padahal kita tahu tak akan bisa memenuhinya. Jika pasangan tahu tentu ia akan marah dan jengkel hingga membuahkan pertengkaran dan hal-hal buruk lain. Bukanlah lebih baik kita selalu tampil apa adanya, karena itu tak akan membebani kita ?

Sungguh, jika si dia benar-benar mencintai kita tentu dia akan menerima kita apa adanya. Mau menerima kekurangan dan kelebihan kita. Tanpa basa-basi. Yang perlu diingat kita selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya, semampu kita. Insyaallah di rumah kita. (ummu fatimah ahmad).

Sumber : majalah-nikah.com

Selengkapnya...

Kepada Anakku yang Durhaka

Anakku yang tercinta, ibu sangat menyayangkan kalau surat ini menjadi sarana komunikasi antara kita, akan tetapi dialah satu-satunya cara yang tersisa padaku, yang memungkinkan bagiku untuk memberitahukanmu tentang hal-hal yang harus kamu dengar dariku sebelum ibu meninggalkan kefanaan ini. Ibu, semenjak kamu menipu dan membuat ibu masuk ketempat (rumah sakit) ini, walaupun ibu tidak menginginkannya .. ibu tidak melihatmu kecuali sedikit sekali, oleh karena itu sekarang ibu ingin berbicara dan kamu akan mendengarkannya tanpa bisa memotong perkataan ibu.

Anakku tercinta … ketika surat ini sampai kepadamu berarti ibu telah meninggalkan kehidupan ini, dan mungkin saja kamu tidak akan membaca suratku ini selama-lamanya, oleh karena itu ibu merasa merasa perlu menyebar-luaskannya sehingga orang selainmu ikut membacanya, dengan demikian setiap anak yang durhaka adalah anakku …

Wahai anakku, sesungguhnya ibu merasa akan mati dalam waktu dekat, dokter telah memberitahukan bahwa kondisi kesehatan ibu kian melemah … dan keengganan ibu untuk mengkonsumsi obat membuat ibu membutuhkan darah tambahan dalam jumlah besar … ketika itu ibu berusaha untuk bersikeras agar tidak makan obat … akan tetapi kehendak dokter memaksaku untuk menyetujuinya karena ibu adalah seorang wanita yang mengimani bahwasanya darah-darah tersebut tidak akan mengembalikan sisa-sisa kehidupan ke-hati dan ruhku … karena pada detik-detik ini ibu melihat sayap-sayap malaikat maut didalam kamarku.

Wahai anakku, janganlah mengira, bahwa ibu dengan kata-kata ini berusaha untuk menarik simpatimu agar datang kepadaku. Tidak, bukan ini tujuan dan maksudku, karena ibu telah wasiatkan kepada pembawa surat ini agar tidak menyerahkannya kepadamu kecuali setelah ibu meninggalkan kehidupan. Karena ibu tahu bahwasanya selama ibu masih hidup kamu tidak akan membacanya, akan tetapi mungkin kamu akan membacanya setelah kematianku, karena kamu tahu bahwa dengan membacanya setelah kematianku tidak akan memberikan tanggung jawab apa-apa .. akan tetapi ini bukan berarti ibu tidak berangan-angan untuk melihatmu terakhir kalinya sebelum ibu mati, bukan saja karena ibu merindukanmu … akan tetapi juga karena lain-lain hal …

Diantaranya :

Pertama : ibu tidak ingin melewatkan sa’at-sa’at terakhir umur ibu sendirian, hanya ditemani oleh ketakutan-ketakutan dan pikiran-pikiran. Ibu berangan-angan seperti seorang muslim lainnya, pada sa’at-sa’at seperti itu mendapatkan orang yang menghormati ke-manusiaan-ku dan memperhatikan urusanku, mengarahkan wajahku kekiblat, dan mentalkinkanku dua kalimat syahadat serta mendo’akan rahmat untukku … apakah berlebihan apabila ibu berangan mendapatkan hak ibu yang islam sendiri telah menjaminnya untukku??

Sesungguhnya kesendirian yang ibu perhatikan pada kebanyakan wanita sepertiku mendorongku mengangankan apa yang ibu angankan …

Sesungguhnya kematian ditempat ini tidak ada harganya .. karena si sakit tidak lebih dari tempat tidur yang kosong pada hari pertama untuk diisi pada hari berikutnya oleh pesakitan lain, menanti gilirannya diatas papan penantian! Karenanya ibu tidak terlalu bersedih mendengar kematian salah seorang pasien. Kesedihanku yang paling besar adalah ketika ibu tahu bahwa dia, disa’at-sa’at kematiannya sendirian, tidak ada orang disisinya yang mentalkinkannya .. tidak ada orang yang dicintainya yang meneteskan air mata sedih karena kapergiannya .. selain dari air mata teman-teman sesama pasien yang sama-sama meniti jalan kesedihan …

Kedua : sesungguhnya ibu ingin mema’afkanmu .. dan ini tidak bisa ibu lakukan apabila kamu tidak datang kepadaku dengan air mata penyesalan diwajahmu seraya kamu berkata, “Ma’afkan saya Ibu” … tahukah kamu, kalau kamu melakukan ini ibu akan melupakan semua masa lalumu, dan ibu akan berdo’a kepada Allah agar Ia mengampuni segala kesalahanmu terhadapku. Ibu akan memohon dengan merendahkan diri kepada-Nya agar akhir hayatmu tidak seperti akhirku … akan tetapi ibu yakin bahwa kamu tidak akan melakukannya … dan kamu tidak akan datang … oleh karena itu janganlah menanti ma’af dariku wahai anakku … karena ibu, walaupun mema’afkanmu .. ibu tidak akan menjamin bahwa kamu akan selamat dari azab Allah yang tidak pernah lupa dan tidak tidur …

Ibumu yang terluka

Sumber : Abuzubair.net

Selengkapnya...

Cinta Sampai Mati


Hadits yang menakjubkan, jarang ditampilkan padahal sangat dibutuhkan khususnya para suami …

Hadits ini mewasiatkan kaum pria untuk berbuat baik kepada wanita, memperlakukan mereka dengan lembut, bersabar terhadap kekurangan mereka bahkan hadits ini mendorong untuk tidak mentalak mereka serta tetap menjaga ikatan suami istri hingga mati.

Aduhai .. alangkah indahnya cinta suami-istri jika meneladani rumah-tangga Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.

Sungguh akan menjadi kisah cinta paling indah!!

Imam Ath-Thobroni meriwayatkan di Al-Mu’jamul Kabir (20/374, no.648) dari hadits Al-Miqdam bin Ma’di Karb rodhiyallahu ‘anhu dengan isnad shohih, bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama berdiri di hadapan manusia. Maka ia memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda,


إن الله يوصيكم بالنساء خيراً إن الله يوصيكم بالنساء خيراً فإنهن أمهاتكم ، وبناتكم ، وخالاتكم
إن الرجل من أهل الكتاب يتزوج المرأة وما يعلق يداها الخيط ؛ فما يرغب واحد منهما عن صاحبه حتى يموت هرماً

“Sesungguhnya Allah mewasiatkan kepada kalian agar memperlakukan wanita dengan baik. Sesungguhnya Allah mewasiatkan kalian agar memperlakukan wanita dengan baik. Sesungguhnya mereka adalah ibu-ibukalian, putrid-putri kalian dan bibi-bibi kalian. Sesungguhnya ada seorang dari Ahli Kitab yang menikahi seorang wanita , dan ia tidak pernah mengikat tangan wanita itu dengan benang. Maka salah satu dari keduanya tidak membenci pasangannya sampai mati”.

Di hadits ini, setelah Rasulullah sholllahu ‘alaihi wa sallama mewasiatkan untuk memperlakukan wanita dengan baik. Beliau menceritakan tentang akhlak seorang suami yang bersabar dalam menghadapi istrinya yang masih muda dan kasar terhadapnya. Akhlak istrinya yang buruk tersebut tidak membuatnya menalaknya. bahkan Ia tetap bersabar sampai ia mati.

Ibnul Atsir[1] menukilkan dari Al-Harby ia mengatakan, “Karena usia wanita itu yang masih kecil dan sifatnya yang kurang lembut. Maka laki-laki itu bersabar menghadapinya sampai mati. Maksudnya, beliau shollallahu ‘alaihi wa sallama memotivasi para sahabatnya untuk memperlakukan wanita dengan baik, bersabar menghadapi mereka. Dan (maksudnya) Ahli Kitab melakukan itu terhadap wanita-wanita mereka”.

Maka hendaklah orang-orang yang tidak baik mu’amalahnya dengan wanita, bersikap keras dan kasar kepada mereka, membuka hati sebelum membuka mata dan telinganya terhadap hadits ini!!

Sungguh di hadits yang mulia ini terdapat ‘ibroh bagi orang-orang yang tidak menjaga hak-hak wanita. Juga bagi orang-orang yang tertipu dengan propaganda barat yang mengatas namakan hak-hak wanita..ketahuilah ! tidak akan mulia wanita kecuali di bawah naungan islam.

Dah berhagialah engkau wahai saudariku muslimah serta bersyukurlah atas hidayah dan taufik Allah kepadamu untuk menjadi wanita muslimah.

Untukmu …

Dan untuk setiap muslim, kuhadiahkan hadits yang mulia ini. (wallahu a’lam bish showab).
Sumber : Abuzubair.net Selengkapnya...
 

Mengenai Saya

Foto Saya
dwinggy
Sebuah keinginan untuk mencari cinta sejati, petualangan yang tidak pernah berenti di dunia ini, mencari Islam yang hakiki, haus dengan ilmu Al Quran dan Assunnah, hidup di alam sunnah dengan bahagia. Bahagia di atas manhaj salaf
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Cool Blue Outer Glow Pointer
© 2009 Free Blogger Template powered by Blogger.com | Designed by Amatullah |Template Design