. Kajian Salaf: 2008

Minggu, 14 Desember 2008

Sekali lagi, AMROZI CS., MATI SYAHIDKAH? (Fatwa Syaikh Ubaid Al-Jabiri - Update)

PERTANYAAN:

Syaikh yang mulia, beberapa hari yang lalu telah dijalankan hukuman eksekusi terhadap orang-orang yang melakukan peledakan di kota Bali, Indonesia, enam tahun silam. Telah terjadi fitnah setelahnya terhadap banyak manusia, dimana penguburan jenazah mereka dihadiri oleh sejumlah manusia yang sangat banyak. Mereka juga memastikan pelbagai kabar gembira tentang jenazah yang telah dieksekusi tersebut berupa, senyuman di wajah mereka setelah eksekusi, wewangian harum yang tercium dari jenazah mereka, dan selainnya. Mereka mengatakan pula bahwa itu adalah tanda mati syahid, dan perbedaan anmtara hak dan batil pada hari penguburan jenazah. Apakah ada nasihat bagi kaum muslimin secara umum di negeri kami. Wa Jazaakumullahu Khairan.

JAWAB:

Bismillahirrahmanirrahim,

الحمد لله رب العالمين, والعاقبة, ولا علا عدوان إلا علا الظالمين, وأشهد أن لا إله إلا الله و حده لا شريك له, الملك الحق المبين, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد ولد اَدم أجمعين, صلى الله عليه وعلى اَله وأصابه الطاهرين, وسلم تسلما كثيا على مر الأيام والليالي والشهور والسنين.

‘Amma ba’du,

Bukanlah suatu hal yang aneh pada kalangan awam dan mereka yang tidak memiliki pemahaman terhadap As-Sunnah akan terjadi pada mereka seperti yang tersebut dalam pertanyaan, saat mereka mengiringi jenazah (para pelaku pengeboman) yang dieksekusi oleh pemerintah Indonesia. Orang-orang tersebut dieksekusi, lantaran perbuatan mereka menghilangkan harta benda dan nyawa, (dan ini) adalah kaum Khawarij yang mengkafirkan kaum muslimin karena dosa, baik dilakukan oleh pemerintah maupun rakyat.

Siapa yang memahami As-Sunnah, maka ia akan mengetahui bahwa eksekusi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap mereka adalah perkara yang sangat tepat dan kebenaran semata.

Siapa yang mengetahui sejarah kaum Khawarij semenjak masa shahabat dan sepanjang perguliran masa ke masa, maka akan nampak baginya bahwa apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang dieksekusi itu adalah perbuatan khuruj (pembangkangan, kudeta) terhadap pemerintah muslim dan pelanggaran terhadap pelbagai kehormatan, berupa nyawa yang terjaga dan harta. Bahkan, perbuatan kaum Khawarij pada hari ini adalah bentuk dari perbuatan kaum Bathiniyah.

Diantara perbuatan kaum Bathiniyah adalah, beberapa masa yang lalu mereka menduduki Baitul Haram dan menumpahkan darh-darah yang terjaga serta mengambil Hajar Aswad, sehingga menghilang dari kaum muslimin sekian lama, sebab mereka membawanya ke Baghdad atau tempat lain –sebagaimana yang diberitakan-

Berikut ini adalah nasihat dariku kepada saudara-saudarku, yaitu kaum muslimin di Indonesia –Semoga Allah menjaga Negara mereka dan Negara kami dari segala keburukan dan kejelekan- dalam dua hal :

Pertama, tentang keterangan yang ditunjukkanoleh hadits-hadits yang mutawatir dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang celaan terhadap kaum khawarij sepanjang masa, abad dan tahun-selama-lamanya-, serta cercaan dan kemurkaan atas mereka.

Beliau menggelari bahwa,”Mereka adalah anjing-anjing neraka” dan “Mereka berbicara dari ucapan manusia terbaik, akan tetapi mereka keluar dari Islam seperti tembusnyaanak panah dari buruannya.”

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam (juga) memerintahkan untuk membunuh dan memerangi mereka. Beliau bersabda “Mereka adalah seburuk-buruk makhluk dan yang paling buruk tabiatnya,” “Mayat mereka adalah seburuk-buruk mayat di kolong langit” “Berbahagialah orang yang membunuh mereka dan dibunuh mereka”,”Kalau aku dapati mereka niscaya aku akan binasakan mereka seperti binasanya kaum ‘Ad dan Iram.”

Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saat terjidinyaperpecahan di antara kaum muslimin, akan keluarlah di antara mereka maariqah[i]yang akan diperangi oleh kelompok yang paling dekat dengan kebenaran, kemudian kelompok yang berada di atas kebenaran tersebut dapat membasmi mereka.”

Benarlah sabda beliau ini. Penduduk Nahrawan di Irak melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan ‘Ali radhiallahu ‘anhu. Perang terhadap mereka saat itu di bawah pimpinan ‘Ali radhiallahu ‘anhu bersama para tokoh Islam dari kalangan shahabat dan tabi’in.

‘Ali dan para shahabatnya radhiallahu ‘anhum (berada di atas) kebenaran dalam memerangi kaum Khawarij, sebagaimana faksinya lebih dekat kepada kebenaran dari faksi Mu’awiyah dan para shahabatnya radhiallahu ‘anhum.

Kedua, wajib atas setiap muslim untuk membenci kaum Khawarij, dan membantu pihak berwajib untuk membongkar kedok mereka. Sebab, menutupi dan tidak menunjukkan markas dan (kamp) konsentrasi mereka adalah membantu mereka dalam dosa dan permusuhan. Tidak bisa terlepas tanggung jawab seorang muslim yang mengetahui rencana dari perencanaan yang membahayakan ahlul Islam berupa pembunuhan jiwa, baik yang terjaga dengan Islam karena sebagai pemeluknya, atau terjaga dengan Islam karena hubungan perjanjian. Yang kami maksud dengan terjaga dengan Islam karena perjanjian adalah kaum kuffar yang tinggal di tengah-tengah kaum muslimin, baik sebagai pekerja atau penduduk. Mereka mendapatkan perlindungan, perjanjian dan keamanan dari pemerintah yang muslim.

Jangan berimpati kepada mereka denan melakukan demonstrasi, keluar ke jalan-jalan (membentuk) konsentrasi massa, atau penghujatan di media massa, baik koran, radio, televise atau selainnya.

Tidak ada yang menggelari mereka dengan syuhada (orang yang mati syahid), kecuali dua jenis manusia:

Pertama, orang bodoh yang tidak memiliki pemahaman terhadap As-Sunnah yang dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara hak dan batil, dan antara sunnah dan bid’ah.

Kedua, pengekor hawa nafsu dan orang-orang sesat yang menyinpang dari As-Sunnah. Mereka melakukan demonstrasi, penghujatan, konsentrasi massa, dan memuji kaum Khawarij yang menyimpang tersebut.

Di antara upaya mereka untuk memuji mereka adalah menyebutkan karamah –sebagaimana tersebut dalam pertanyaan-. Ini termasuk kedustaan, kebihongan, bahan tertawaan manusia, anjuran terhadap bid’ah, menyebarkan kesesatan, membungkam As-Sunnah dan mengangkat bid’ah serta membantu parapelakunya.

Mereka tidak diterimapersaksiannya, sebab mereka adalah musuh Ahlus Sunnah. Di antara prinsip dasar dna pokok-pokok tersebut adalah bolhnya berdusta dalam membela mereka dan membantu penyebaran kebatilan mereka.

Hati-hati dan berhati-hatilah, wahai kaum muslimin dan muslimah, saudara dan saudari kami serta anak-anak kami di Indonesia, untuk tidak tertipu dengan mereka.

Saya nasihatkan pula kepada ahlul ilmi di negeri kalian untuk segera menyinkap kesesatan ini dan membantahnya dengan ilmu yang dibangun di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Inilah yang dapat aku sampaikan sebagai jawaban dari pertanyaan yang terbit di Makassar, Sulawesi (Selatan) di Indonesia –semoga Allah menjaga negeri ini dan seluruh kaummuslimin dari keburukan dna kejelekan. Juga aku memohon kepada-Nya Jalla wa ‘Alla agar menyatukan para pemimpin dengan rakyatnya di atas apayang diridhai-Nya terhadap hamba-Nya dari keislaman dan As-Sunnah.

‘Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman

(Mantan Dosen Universitas Islam Madinah)

Pada Malam Selasa, 20 Dzulqa’dah 1429 H

Bertepatan dengan

Malam 18 November 2008
Sumber : SALAFIYUNPAD™.Wordpress.Com Selengkapnya...

Tanya Jawab Sekitar Hajr dan Pemboikotan

Pertanyaan :
Hajr dan pemboikotan merupakan wasilah (media atau sarana) dalam dakwah semoga orang yang dihajr itu kembali kepada kebenaran, bukan merupakan tujuan yang harus dicapai dalam dakwah. Bagaimana fenomena yang ada sekarang? Apakah hajr yang kita lakukan kepada sebagian teman kita sudah sesuai menurut aturan mainnya atau belum? Apakah kita terjauh dari krakter hajr hizbiyah atau sebaliknya kita terjatuh di jurangnya yang dalam ?

Jawaban :
Oleh : Redaksi Majalah As-Asholah.
( Majalah ini diterbitkan di Jordan -edisi perdana 15 Rabiustani 1413 H, team redaksinya adalah : syeikh Salim Ied Hilaali, syeikh Ali Hasan Abdul Hamid, Syeikh Muhammad Musa Nasr, dan Syeikh Masyhur Hasan)
Alih bahasa : Muhammad Elvi Syam, Lc.

Hajr (pemboikotan) termasuk manhaj yang mendasar dari manhaj ahli Sunnah Wal Jamaah – pengikut salaf dan ahli hadits – untuk membantah orang-orang yang menyelisihi, sebagai sangsi terhadap ahli bidah, dan menghina kesalahan serta menolak kebingungan mereka.

Tatkala manhaj ini didirikan di atas tonggak yang kokoh, dan pondasi yang kuat, yaitu Al-wala ( berloyalitas ) di antara orang-orang mukmin dan Al-baro ( berlepasdiri ) dari orang-orang yang sesat dan menyimpang ( dari Agama ), maka haruslah meletakkan manhaj ini pada posisinya, tanpa mencampuradukkan di antara sebab-sebabnya.

Dalam masa-masa terakhir dari kehidupan kaum muslimin ini tampak di medan amal islami, gambaran yang aneh dan jauh dari Islam. Gambaran itu adalah tahazzub ( berpartai-partai), bergolong-golongan dan berkelompok-kelompok kecil. Hal ini menjadikan pemegang manhaj ini ( manhaj tahazzub) membuat dasar-dasar kaidah yang khusus untuk menjaga struktur dan keberadaan mereka. Dan untuk mengikat dan memelihara anggota-anggota mereka dari pemikiran-pemikiran yang masuk ke dalam kelompok mereka.

Anda akan melihat mereka, yang tidak mengijinkan anggota-anggotanya untuk bermajlis dengan penuntut-penuntut ilmu. Jika mereka mengijinkan, mereka membatasi anggota-anggotanya dengan batasan-batasan yang ketat. Apa bila mereka melihat perubahan pada pemikiran-pemikiran anggota-anggotanya, maka mereka pun melarang anggota-anggotanya itu untuk kembali datang ke majlis orang-orang yang memberi teguran tersebut ( penuntut-penuntut ilmu tadi ). Jika anggota-anggotanya bersikukuh ( bersikeras untuk datang ke majlis tersebut ), maka mereka mengeluarkan instruksi-instruksi untuk pemutusan hubungan dan hajr ( pemboikotan ).

Dalam makalah ini kami tidak mendiskusikan masalah hizbiyyah (fanatisme golongan ) dari akar-akarnya, - sebab sudah ada tulisan-tulisan yang khusus membahasnya- akan tetapi kami ingin melirikkan pandangan ke sekelompok manusia yang mencampuradukkan antara manhaj yang benar dengan manhaj yang bersifat terorisme di dalam masalah pemboikotan dan pemutusan hubungan ini.

Ya… Kami mengatakan terorisme, karena manhaj ini berdiri di atas teror pemikiran, yang tidak membiarkan sentuhan (kritikan) sekecil apapun terhadap salah seorang darin tokoh-tokoh yang diagungkan di kalangan mereka. Apakah sentuhan (kritikan) itu dengan kebenaran yang terang atau dengan kebatilan yang buruk. Maka dua hal ini tidaklah sama.

Di antara gambaran pemutusan hubungan dengan cara bathil (tidak sah) ini adalah :
Kalau sebagian orang menulis suatu tulisan atau buku, yang mana di dalamnya dia mengkritik suatu pemikiran, atau memperingatkan suatu kesalahan atau membenarkan suatu manhaj, maka hal tersebut menjadi pembuka pintu pergulatan pemutusan hubungan dari mereka, terhadap orang yang mengkritik dengan kebenaran ini. Sampai-sampai, miskipun yang mengkritik itu dari ahli sunnah dan para dainya.

Maka pintu-pintu pun tidak dibukakan untuknya!
Bahkan perkataan dan kedustaan pun disebarkan terhadap dirinya!
Bahkan tombak-tombak makar dan tuduhan pun dilontarkan ke dadanya!
Bahkan buku-buku dan tulisan-tulisannya dilarang!
Bahkan dia dihalangi dari rekan-rekannya dari kalangan dai dan penuntut ilmu!
Bahkan manusia pun diperingatkan (ditahzir) dan dijauhkan dari dirinya!

Hal ini merupakan manhaj yang jauh dari bersihnya persaudaraan islam dan jernihnya kejujuran kasih sayang syari. Bahkan itu merupakan pukulan terhadap intisari ukhuwah islamiyah, karena Nabi Muhammad - sholallahu alaihi wa sallam – bersabda :

artinya : Sekuat - kuat tali keimanan itu adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah .

Karena, perbuatan tersebut merupakan cinta terhadap individu-individu dan benci karena pemikiran semata.

Sampai kapankah pilihan ummat ini – mereka adalah para dai – akan tetap menjadi tawanan (dikuasai) loyalitas hizby yang dibenci !!

Kapankah para dai ini akan keluar dari jurang yang dalam yang mereka menjatuhkan diri mereka sendiri ke dalamnya ?

Kapankah kaum muslimin akan bebas dari belenggu pengagungan individu-individu serta pengkultusannya, supaya mereka bisa terangkat dengan diri mereka sendiri menggapai ketinggian kebenaran dan petunjuk!

Kami mengira sesungguhnya manhaj pemutusan hubungan yang baru lagi tercela ini, mengingatkan kita akan gambaran pergulatan yang lama antara (keluhuran) ahli rayi bersama ahli hadits. Dan mengembalikan kita ke ring tipu muslihat (kezoliman) orang Asyari terhadap orang Hanabilah pada masa abad pertengahan.

Semoga Misk Khitam ( kata penutup dari majalah ) pada kesempatan kali ini merupakan jalan untuk perbaikan dan kemajuan, demi melangkah ke depan.


[Kontributor : Muhammad Elvi bin Syamsi, ] Selengkapnya...

Gambaran Hamba Pilihan

Oleh : sofyan
Inilah sifat mereka. Ketika orang-orang bodoh melontarkan ucapan buruk, mereka tidak membalas dengan ucapan yang sama, namun mema’afkan. Senantiasa berkata yang baik, tidak terprovokasi oleh kejahilan orang tersebut.

‘Ibadurrahman (hamba-hamba Ar Rahman sejati). Sosok-sosok pilihan, pribadi dambaan. Mereka dilansir secara tersendiri dalam lembaran-lembaran firman Allah subhanahu wata’ala. Merekalah yang mendapat pujian khusus dari-Nya.

Lalu bagaimana dengan karakteristik hamba-hamba yang memiliki kedudukan mulia tersebut? Ikuti sajian yang berikut! Di antara sifat dan karakter yang melekat pada mereka adalah :
TAWADHU’ (RENDAH HATI)

Allah subhanahu wata’ala menggambarkan keadaan mereka dalam firmanNya, “ (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati” ( Al-Furqan : 63 )
Sifat pertama seorang hamba yang menyandang gelar “ ‘ibadurrahman adalah tawadhu’. Tatkala berjalan di atas bumi ini mereka sangat enteng dan ringan, tidak direkayasa, tidak sombong, ataupun angkuh. Tidak berjalan dengan sangat cepat yang menunjukkan sikap suka mengentengkan dan kasar, juga tidak berjalan dengan sangat pelan yang menunjukkan sifat malas dan kumal. Namun insan-insan pilihan ini berjalan dengan ringan, penuh dengan semangat, tekad, kelelakian, dan jiwa muda.

Merekalah yang mengimplementaskan firmanNya , “ Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan.” (Luqman : 19 ).

Maknanya adalah sedang-sedang saja dalam semua urusan, tidak berlebihan atau keterlaluan sekali.

‘Ibadurrahman berjalan di pelosok bumi untuk mencari rizki dan tuntutan hidup dengan penuh kelembutan dalam koridor yang diperkenankan Allah subhanahu wata’ala. Tidak rakus, tamak, menyia-nyiakan kewajiban, melakukan hal-hal yang diharamkan, atau pun berbuat mubadzir.

Mereka teramat jauh dari sikap keras, melecehkan orang lain, sombong, berbangga, dan berbesar diri. Mereka tidak berbuat kerusakan di muka bumi, mencari ketinggian, lebih mendahulukan keuntungan duniawi yang fana, tidak berusaha semata hanya untuk mengumpulkan harta dan bersenang-senang dengan kenikmatan kehidupan duniawi.

RIFQ ( LEMAH LEMBUT )

Karakter yang berikutnya adalah sebagaimana firman-Nya, “ Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” ( Al Furqan : 63)

Inilah sifat mereka. Ketika orang-orang bodoh melontarkan ucapan buruk, mereka tidak membalas dengan ucapan yang sama, namun mema’afkan. Senantiasa berkata yang baik, tidak terprovokasi oleh kejahilan oran tersebut, malah, mereka mampu menahan lisan dan emosi.

Yang menjadi patokan mereka dalam hal ini adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, insan paling lemah lembut. Begitu indah satu kisah yang menunjukan keagungan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Suatu ketika ada seorang Arab Badui yang datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan berkata kasar, lalu kaum muslimin marah dan ingin memberinya pelajaran, namn hal itu dicegah oleh beliau. Beliau membalas sikap kasar itu dengan kasih sayang dan lemah lembut.” (Hadits Muttafaqun ‘alaih).
BANYAK BERSUJUD DAN BERDIRI

Allah meneruskan gambaran pribadi ini dalam firman-Nya, “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.”(Al Furqan : 64).

Allah menyebut para hamba-Nya sebagai orang yang mencintai malam hari dengan melakukan ibadah. Mereka bangun saat orang-orang sedang terlelap tidur, waspada saat orang-orang lengah, sibuk menyongsong Rabb mereka, mengantungkan jiwa dan angota badan mereka kepada-Nya. Manakala yang lain terlena dan merasa mantap dengan kehidupan duniawi, mereka menginginkan ‘Arsy ar-Rahman sebab mereka mengetahui bahwa ibadah di kegelapan malam dapat menjauhkan mereka dari sifat riya dan minta dipuji. Ibadah di malam hari juga membangkitkan kebahagiaan di hati dan ketenangan bagi jiwa serta penerangan bagi penglihatan mereka.

Saat berdiri di hadapan Allah dan mengarahkan wajah mereka kepada-Nya, mereka merasakan kelezatan dan kebahagiaan yang tak terkira. Tiada lagi rasa manis setelah manisnya beribadah kepada Allah , bermesra, dan melakukan kontak dengan-Nya. Melakukan Qiyamullail merupakan sifat asli ‘ibadurrahman. Allah menyebut mereka dengan sifat itu dalam banyak ayat dan menganjurkan para Nabi-Nya untuk melakukan hal itu.
TAKUT NERAKA

Sebagaimana firman-Nya, “Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Rabb kami, jauhkan adzab Jahannam dari kami, sesungguhnya adzabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (Al-Furqan : 65-66).

Sekalipun ‘ibadurrahman sangat ta’at dan hari mereka dipenuhi dengan ketakwaan, namun mereka senantiasa merasa amalan dan ibadah mereka masih kurang. Mereka tidak melihat hal itu sebagai jaminan dan pemberi rasa aman dari api neraka bila saja tidak mendapatkan curahan karunia dan rahmat-Nya yang dengannya mereka terhindar dari adzab Jahannam. Karena itu, mereka selalu terlihat takut, cemas dan khawatir dengan adzab Jahannam.

Mereka selalu memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar Dia menghindarkan mereka dari adzab Jahannam seluruhnya, baik adzab yang dirasakan penghuni abadinya ataupun penghuni sementaranya. Inilah sifat setiap mukmin ang bersungguh-sungguh dalam berbuat ta’at dan takut akan adzab Allah subhanahu wata’ala sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang lain, “ Dan orang-orang yang takut terhadap adzab Rabbnya. Karena sesunguhnya adzab Rabb mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).” (Al-Ma’arj : 27, 28 ).

EKONOMIS, TIDAK BOROS

Allah subhanahu wata’ala mengatakan, “ Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) merka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu ) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Al-Furqan : 7)

‘Ibadurrahman bukanlah orang-orang yang berbuat mubadzir, membelanjakan harta melewati batas keperluan. Karena orang-orang yang berbuat mubadzir adalah saudara-saudara syetan. Syetan selalu menyuruh berbuat keji dan munkar. Mereka juga mengetahui bahwa mereka bertanggungjawab di hadapan Allah subhanahu wata’ala terhadap harta mereka; dari mana mereka peroleh dan kepada siapa mereka infakan.

Mereka juga tidak pernah kikir terhadap diri sendiri dan keluarga mereka, dalam arti teledor memberikan hak mereka dan tidak berinfaq untuk hal yang telah diwajibkan Allah subhanahu wata’ala, sebab mereka mengetahui bahwa Allah subhanahu wata’ala telah mencela kekikiran dan sifat bakhil. Jiwa nan suci menilai buruk sifat bakhil dan mengindari pelakunya.

Metode berinfaq ‘ibadurrahman adalah moderat dan pertengahan, antara bakhil dan boros. Mereka berada di puncak pertengahan antara boros dan bakhil. Mereka meletakkan ayat Allah subhanahu wata’ala, “ Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Al-Isra’: 29)

Maksudnya janganlah kita memiliki sifat bakhil, yang bermuara tidak mau memberi sesuatu kepada siapa pun. Jangan pula bersifat boros dalam mengeluarkan harta, hingga melebihi kadar kemampuan yang ada pada kita. Namun bersifat tengah antara boros dan kikir, itulah hamba yang bijaksana lagi mulia.

Sumber : Shifaat ‘Ibaadirrahman Fii Al-Qu’an, disusun oleh Bagian Ilmiah penerbit Darul Wathan.
Disalin ulang dari majalah Elfata edisi 06 volume 07 tahun 2007 hal 21-23. Selengkapnya...

Keutamaan Berbakti kepada Kedua Orang tua

Islam sangat memperhatikan hak- hak orang tua dan kerabat, oleh karena itu, kita ditekankan untuk mengamalkan dengan baik terutama hak-hak orang tua. hal ini disebabkan orang tualah yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik, dan membesarkan kita sehingga kita menjadi manusia yang berguna. Oleh karena itu, kita wajib berbakti kepada kedua orang tua dengan cara menaati, menghomati, mencintai, menyayangi, membahagiakan serta mendo’akan keduanya ketika beliau masih hidup atuapun sudah meninggal dunia.

Adapun keutamaan berbakti kepada kedua orang tua adalah:

1. Berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama.

Dasarnya adalah hadist Rasul yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud Radiallahu ‘Anhu:

Dari Abdullah bin Mas’ud katanya: “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam tentang amal –amal yang paling utama dan dicintai oleh Alloh, Nabi shallallahu’alaihi wasallam menjawab “Pertama shalat pada waktunya, (dalam riwayat lain disebutkan shalat diawal waktu), kedua berbakti kepada orang tua, ketiga Jihad di Jalan Alloh .” (HR. Bukhari I/134, Muslim NO. 85. Fathul Baari 2/9)

2. Ridho Alloh tergantung kepada keridhoan orang tua.

Hal ini berdasarkan Hadist berikut ini yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi.

Dari Abdillah bin Amr bin Ash radiallahu ‘anhuma dikatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ridho Alloh tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Alloh tergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad(2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), hakim(4/151-152))

3. Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut.

Hal ini berdasarkan hadist Nabi shallallahu’alaihi wasallam.

Dari Ibnu Umar: Rasulullah bersabda: pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki gunung. Ketika mereka ada didalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Sebgaian mereka berkata pada yang lain, “Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.” Kemudian mereka memohon kepada Alloh dan bertawassul mellaui amalan tersebut, dengan harapan agar Alloh menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu dari mereka berkata “ Ya Alloh, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut sedagkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembalakan kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada orang tuaku sebelum kepada orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan mendapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memereh susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalau aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikannya kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini aku berikan kepada kedua orang tuaku. Pagi harinya ketika orang tuaku bangun, aku berika kepada keduanya. Setelah keduanya minum,lalu aku berikan kepada anak-anakku. Ya Alloh seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena Engkau ya Alloh, bukakanlah.” Maka batu yang menutupi pintu goa itu pun bergeser. (HR Bukhari (fathul Baari 4/449 no. 2272) Muslim (2473)(100) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wattawassul bi Shalihil A’mal)

4. Dengan berbakti kepada kedua orang tua kan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur.

Hal ini sebagaimana hadist yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim yaitu:

Dari sahabat Anas radiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia menyambung tali silaturahim” (HR Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu Dawud 1693)

Dalam ayat –ayat Al Qur’an atau hadist-hadist lain dianjurkan untuk menyambung tali silaturahim. Dalam silaturahim yang harus didahulukan silaturrahim kepada kedua orang tua sebelum kepada yang lain.

5. Manfaat dari berbakti kepada kedua orang tua yaitu akan dimasukan kedalam Jannah (syurga) oleh Alloh.

Dalam hadist Nabi shallallahu’alaihi wasallam disebutkan bahwa anak yang durhaka tidak akan masuk surga. Dosa-dosa yang Alloh segerakan azabnya di dunia diantaranya adalah berbuat dzlim dan durhaka kepada kedua orang tua. Dengan demikian jika seorang anak berbuat kepada kedua orang tuanya, Alloh akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Alloh.

Sumber: Birrul Walidain (Yazid bin Abdul Qodir Jawas), Penerbit Darul Qolam Selengkapnya...

Do'a Meraih Keselamatan, Menangkal Bencana

oleh : Abu Bakar bin Muhammad Ali al-Atsari




Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ‘afiat di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku memohon ampunan dan ‘afiat dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan berilah keamanan dari rasa takutku. Ya Allah, jagalah aku dari depanku, belakangku, kananku, kiriku, atasku, dan aku berlindung dengan kebesaran-Mu dari terbenamnya aku dari arah bawahku.

(Dikeluarkan oleh Abu Dawud: 5074, Ibnu Majah: 3871, dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih ibnu Majah:3121)

‘Afiat adalah keamanan yang diberikan Allah bagi hamba-Nya dari segala adzab dan bencana dengan menghindarkannya dan menjaganya dari semua jenis musibah, penyakit, kejelekan, dan perbuatan dosa (lihat Fiqhul Ad’iyyah wal Adzkar oleh Syaikh Abdurrozzaq al al-Badr, hlm. 28 )

FAEDAH :

1. Ibnu Umar radiyallaahu ‘anhu, tatkala menghadirkan hadits ini berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan doa ini ketika pagi dan sore hari. ”

2. Urgensi dan keutamaan do’a ini ditandai tatkala Abbas radiyallaahu ‘anhu, paman Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, pernah meminta kepada beliau do’a yang dengannya ia memohon kepada Allah maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya) :

“Wahai Abbas paman Rasulullah, mintalah afiat di dunia dan akhirat”

(HR. Tirmidzi : 3514, lihat Shohih Tirmidzi : 2790).

Berkata al-Mubarokfuri rahimahullah: ” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menempatkan pamannya pada posisi bapaknya dan beliau melihat hak pamannya sebagaimana hak seorang anak kepada orang tuanya. Dalam pengkhususan beliau dengan sekedar menyuruh pamannya memohon afiat memberikan lecutan motivasi untuk senantiasa membaca doa yang agung ini untuk bertawassul kepada Alloh dengannya dan meminta perlindungan dalam semua urusan.” (Tuhfatul Ahwadzi : 9/348)

Nabi pernah berdiri di atas mimbar pada tahun pertama hijrah lalu beliau menangis kemudian berkata :

“ Mintalah kepada Allah ampunan dan afiat, sesungguhnya seseorang tidaklah dianugerahi setelah keyakinan yang lebih baik dari ‘afiat.”

(HR. Tirmidzi :358, Shohih al-Jami’ : 3632).

Dijelaskan oleh al-Mubarokfuri rahimahullah mengapa beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menangis : Ada yang mengatakan bahwa beliau menangis karena ia mengetahui peristiwa yang akan menimpa ummatnya berupa fitnah dan mendominasinya ambisi akan harta dan kedudukan maka beliau menyuruh mereka untuk meminta ampunan dan ‘afiat agar mereka terhindar dari segala macam fitnah.” (Tuhfatul Ahwadzi : 10/3)

3. Sebuah peringatan bagi ummat ini..

Diriwayatkan dari Aisyah rhadiyallaahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Akan menimpa akhir umat ini pembenaman ke bumi, pengubahan bentuk ke bentuk yang lebih jelek dan pelemparan.” Aku (Aisyah) berkata: “Apakah kita dibinaskan sekalipun masih ada orang sholih di antara kami? “ Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, jika telah merebak kemaksiatan.”

(Dikeluarkan oleh Tirmidzi: 2185, Ibnu Majah:4062, liat Shohih Tirmidzi: 2185).

Dari Shofiyyah rhadiyallaahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Tidak henti-hentinya manusia memerangi kabah ini sampai ada suatu pasukan besar menyerangnya. Tatkala mereka sampai di Baida’ (sebuah tempat yang rata) mereka dibenamkan awal dan akhirnya dan tidak selamat pula di tengah-tengahnya.

(Dikeluarkan oleh Bukhori dalam Kitabul Hajji: 49, lihat Shohih Tirmidzi : 2184 )”

Telah lewat pula pelajaran bagi kita apa yang menimpa Qarun dan pengikutnya, dan seorang Bani Israil yang berjalan dengan ujub ( sombong ) dan memanjangkan pakaian bawahnya hingga ia ditenggelamkan ke dalam bumi sampai hari kiamat ([bisa dilihat dalam - red] HR. Bukhari : 5790)

Wallaahul Musta’an.

~~~Diambil dari Majalah al-Mawaddah edisi ke–8 tahun ke-1, hal 20 dalam bab “Benteng Diri Muslim” dengan sedikit perubahan yang tidak menghilangkan maknanya~~~. Selengkapnya...

Jumat, 21 November 2008

Ternyata Rokok Itu haram

Berbicara tentang Narkoba tidak jauh berbeda dengan benda yang satu ini. Benda yang sangat mematikan dan menghancurkan terutama bagi generasi muda kita. Benda ini adalah ROKOK.Bagaimanakah sebenarnya hukum rokok ditinjau dari syariat Islam?

berbicara tentang Narkoba tidak jauh berbeda dengan benda yang satu ini. Benda yang sangat mematikan dan menghancurkan terutama bagi generasi muda kita. Benda ini adalah ROKOK. Berbagai pertanyaan mengenai hukum rokok mengemuka terutama di negeri Indonesia. Banyak kalangan menilai hukum rokok hanya sampai tingkat makruh. Namun, bagaimanakah hukum rokok sebenarnya ditinjau dari syariat Islam? Syekh Ibnu Utsaimin v menjelaskan hukum rokok menurut syariat yang beliau sertakan dalil-dalil dari Al-Quran maupun sunnah. Beliau v berkata,
Merokok adalah HARAM hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Al-Quran dan As-Sunnah serta i'tibar (logika) yang benar. Dalil dari Al-Quran adalah firman-Nya l: "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." (Al-Baqarah:195). Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat tersebut adalah bahwa merokok termasuk perbuatan mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.
Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits yang berasal dari Rasulullah secara shahih bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi, bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian kepada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian kepada hal yang di dalamnya terdapat kemudharatan. Dalil dari As-Sunnah yang lainnya, sebagaimana hadits dari Rasulullah yang berbunyi: "Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak boleh membahayakan (orang lain)." (Riwayat Ibnu Majah, kitab Al-Ahkam (2340))Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syariat, baik bahayanya terhadap badan, akal ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula, bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.
Adapun dalil dari i'tibar (logika) yang benar, yang menunjukkan keharaman merokok adalah karena (dengan perbuatannya itu) si perokok mencampakkan dirinya sendiri ke dalam hal yang menimbulkan hal yang berbahaya, rasa cemas dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentunya tidak rela hal itu terjadi terhadap dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisi dada sesak si perokok, bila dirinya tidak menghisapnya. Alangkah berat dirinya berpuasa dan melakukan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalangi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang yang shalih karena tidak mungkin mereka membiarkan rokok mengepul di hadapan mereka. Karenanya, Anda akan melihat dirinya demikian tidak karuan bila duduk-duduk bersama mereka dan berinteraksi dengan mereka.
Semua i'tibar tersebut menunjukkan bahwa merokok adalah diharamkan hukumnya. Karena itu, nasihat saya buat saudaraku kaum muslimin yang didera oleh kebiasaan menghisapnya, agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya, sebab di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah serta mengharap pahala-Nya dan menghindari siksaan-Nya; semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan rokok tersebut.
Jika ada orang yang berkilah, "Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam Kitabullah ataupun Sunnah Rasul-Nya perihal haramnya merokok itu sendiri." Jawaban atas statemen ini, bahwa nash-nash Kitabullah dan As-Sunnah terdiri dari dua jenis: 1. Satu jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah di mana mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga Hari Kiamat. 2. Satu jenis lagi yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada sesuatu itu sendiri secara langsung. Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Al-Qur'an dan sebuah hadits yang telah kami singgung di atas, yang menunjukkan secara umum keharaman merokok sekalipun tidak secara langsung diarahkan kepadanya.
Sedangkan untuk contoh jenis kedua adalah firman-Nya, "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah." (Al-Ma'idah:3). Dan firmanNya, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu." (Al-Ma'idah:90).
Jadi, baik nash-nash tersebut termasuk ke dalam jenis pertama atau jenis kedua, maka ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pendalilan mengindikasikan hal itu. Kesimpulan: Jadi karena rokok itu jelas berbahaya, merugikan dan tidak ada manfaatnya, maka hukumnya adalah haram. Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
Selengkapnya...

Kamis, 13 November 2008

Indahnya Syariat Islam

Penulis: Amrullah Akadhinta

Syariat Islam yang mulia ini telah diturunkan oleh Robb kita sesuai dengan fitrah manusia. Tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang tidak dapat menjalankan syariat Islam. Di antara bukti bahwa indahnya syariat Islam adalah bahwa tidak adanya bahaya dalam syariat Islam dan Islam mengatur para pemeluknya untuk tidak menimbulkan bahaya pada orang lain. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Tidak ada bahaya (Dhororo) dalam syariat Islam dan tidak menimbulkan bahaya (Dhirooro).” (HR. Ibnu Majah, Daruquthni, Malik dan Hakim, Shohih)

Tidak Ada Bahaya dan Tidak Membahayakan

Singkatnya teks hadits ini tidak mengurangi kedalaman makna yang terkandung dalam hadits ini. Demikianlah perkataan Rosul shalallahu ‘alaihi wa sallam, singkat namun memiliki makna yang sangat dalam. Hal ini sangat berbeda dengan perkataan kita di zaman sekarang. Sering kali kita mendengar orang yang berkata panjang lebar namun faedah perkataannya sangat sedikit.

Di antara makna Adh Dhoror yang disebutkan oleh para ulama adalah bahaya, sehingga hadits tersebut bermakna tidak ada bahaya dalam syariat Islam. Hal ini dapat dibuktikan misalnya pada seseorang yang tidak mampu untuk sholat dengan berdiri, maka dia diperbolehkan untuk sholat dengan duduk. Atau seorang yang tidak mampu menggunakan air untuk berwudhu karena sakit, maka dia boleh bertayamum dengan tanah sehingga tidak mengakibatkan mudhorot pada dirinya.

Sedangkan makna Adh Dhiroor adalah menimpakan bahaya pada orang lain. Sehingga hadits ini bermakna larangan bagi setiap kaum muslimin untuk menimpakan bahaya pada orang lain. Demikianlah syariat Islam yang indah ini, tidak ada bahaya yang ditimbulkan karena menjalankannya dan juga melarang pemeluknya untuk menimpakan bahaya pada orang lain. Hadits ini juga menunjukkan bahwa agama Islam telah mengharamkan sesuatu yang dapat mendatangkan bahaya, mewajibkan untuk mencegah bahaya sebelum terjadinya bahaya tersebut serta mewajibkan untuk menghilangkan bahaya sesudah terjadinya bahaya tersebut.

Apa Contohnya ?

Hadits yang sangat agung ini merupakan salah satu kaidah emas dalam agama Islam. Berdasarkan hadits ini, kita dapat menyatakan terlarangnya merokok karena hal tersebut dapat membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain dengan asap rokok yang dihirup oleh yang lainnya.

Berdasarkan hadits ini pula maka terlarang bagi seseorang untuk menggunakan barang atau benda-benda miliknya yang akan mengganggu tetangganya. Contohnya membakar sampah dalam jumlah banyak saat angin sedang bertiup kencang di pemukiman yang padat. Hal tersebut terlarang karena dapat mendatangkan mudhorot bagi tetangga di sekitarnya. Contoh lainnya, menghidupkan radio di malam hari dengan suara yang keras sampai mengganggu tetangga, maka hal ini pun terlarang dalam syariat Islam karena akan mendatangkan mudhorot bagi tetangganya yang mungkin sedang beristirahat.

Demikian pula, berdasarkan hadits ini dapat kita nyatakan terlarangnya meletakkan sesuatu yang membahayakan seperti duri, paku, galian dan lain sebagainya di jalanan kaum muslimin maupun di tempat-tempat keramaian seperti pasar dan lain sebagainya. Maka bagaimana pula jika yang diletakkan adalah sebuah bom yang dapat meledak dan menewaskan sekian banyak kaum muslimin? laa haula wa laa quwwata illa billah.

Demikianlah kaum muslimin rohimakumulloh, pada prinsipnya syariat Islam yang agung ini adalah syariat yang mudah yang tidak akan membahayakan pemeluknya sebagaimana syariat yang mulia inipun telah melarang pemeluknya untuk mendatangkan bahaya bagi orang lain tanpa alasan yang benar. Kiranya masih banyak pembicaraan yang dapat kami sampaikan berkaitan dengan hadits ini. Namun karena keterbatasan tempat, maka kami harap yang sedikit ini cukup untuk menggambarkan betapa indahnya syariat Islam. Keindahan ini menjadi semakin nyata ketika para pemeluknya benar-benar berpegang teguh dengannya serta konsekuen untuk mengamalkannya. Wallahu a’lam bishshowwab.

sumber : www.muslim.or.id

Selengkapnya...

Jangan Bunuh Saudaramu!!!

Disusun oleh: Abu Fatah Amrullah
Murojaah: Ustadz Abu Saad

Syariat Islam yang mulia telah datang salah satunya untuk menjaga nyawa manusia. Nyawa seorang muslim memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Alloh ta’ala. Namun manusia yang zolim ini telah banyak menyalahi syariat yang mulia dari Robb tabaaraka wa ta’ala. Nyawa manusia sekarang seakan sangat murah sekali. Berita tentang pembunuhan bukanlah hal asing lagi yang menghiasi berita di negara kita. Hutang ratusan ribu saja harus ditebus dengan hilangnya nyawa, wal ‘iyadzubillah.

Di sisi lain muncul orang-orang yang mengatasnamakan Islam, membunuh orang-orang yang notabene beragama Islam baik dengan pengeboman maupun tindakan brutal lainnya. Padahal dengan tegas Alloh subhanahu wa ta’ala telah melarang perbuatan tersebut bahkan mengancam pelakunya dengan ancaman yang sangat tegas, kekal dalam Jahanam, mendapatkan murka dan laknat Alloh.

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُّتَعَمِّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً

“Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa: 93)

Makna Lafal Ayat:

“Dan barang siapa” (وَمَن) dalam Bahasa Arab, kata tersebut merupakan kata syarat. Dalam ilmu Ushul Fiqh kata syarat tersebut memiliki makna umum. Sehingga seluruh orang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang disebutkan pada ayat tersebut akan mendapatkan balasan yang disebutkan pada ayat tersebut.

“Membunuh seorang mukmin” yaitu yang membunuh orang yang beriman pada Alloh dan Rosul-Nya. Oleh karena itu, orang yang membunuh orang kafir atau orang munafik tidak termasuk dalam ayat ini. Akan tetapi membunuh orang kafir yang memiliki perjanjian damai atau yang tunduk kepada pemerintah muslim atau yang meminta perlindungan keamanan kepada pemerintah muslim, adalah suatu perbuatan dosa. Namun pembunuhnya, tidak diancam dengan ancaman sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini. Adapun orang-orang munafik, maka syariat Islam menjaga darah mereka selama mereka tidak menampakkan prilaku kemunafikannya.

“Dengan sengaja”, berdasarkan kalimat ini, maka anak kecil ataupun orang gila tidak termasuk dalam ayat ini. Demikian juga orang yang membunuh tanpa kesengajaan. Karena ketiga jenis orang ini, melakukan perbuatan tanpa disertai niat yang teranggap.

Alloh ta’ala telah memberikan ancaman yang sangat besar dan tegas pada ayat ini bagi orang -siapa pun dia- yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Alloh menyebutkan empat buah balasan bagi orang ini adalah sebagai berikut:

  1. “Jahanam” : Alloh ta’ala akan memasukkan orang ini ke dalam neraka jahanam.
  2. Tidak cukup dengan sekedar memasukkan ke dalam jahanam, namun Alloh menjadikan orang tersebut tinggal di dalamnya dalam waktu yang sangat lama “Ia kekal di dalamnya.”
  3. “Alloh murka kepadanya” : Kalimat ini juga menunjukkan bahwa Alloh memiliki sifat Al Ghodhob (murka).
  4. “dan (Alloh) melaknatinya.” : Yaitu Alloh menjauhkan orang ini dari rahmat-Nya.

Demikianlah 4 buah balasan yang Alloh berikan pada orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Jika seandainya disebutkan satu buah balasan saja, maka hal ini akan menjadi penghalang bagi seorang mukmin yang takut akan Robb-Nya untuk tidak melakukan dosa ini. Maka bagaimana jika disebutkan empat buah balasan sekaligus!!?? Wallohul musta’an.

Apakah Seorang Pembunuh Kekal di Neraka ?

Mungkin Anda bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja bisa kekal di neraka padahal dosa pembunuhan tidak menyebabkan seseorang keluar dari agama Islam sehingga dia akan kekal di neraka? Para ulama telah menjelaskan ayat ini dengan beberapa pendapat untuk mengompromikan hal ini. Hal ini dapat dilihat dalam kitab-kitab yang telah mereka tulis. Oleh karena itu kita tetap membutuhkan penjelasan para ulama baik melalui perkataannya maupun tulisan-tulisan mereka tentang makna ayat yang terkadang kita anggap bertentangan padahal tidak demikian. Setidaknya ada enam pendapat para ulama tentang maksud “kekal di neraka” pada ayat ini.

Pendapat pertama menyebutkan bahwa ancaman kekal di neraka pada ayat ini adalah jika seorang kafir membunuh seorang mukmin. Namun pendapat ini adalah pendapat yang lemah. Karena orang yang kafir, tidak beriman pada Alloh dan Rosul-Nya akan dibalas dengan neraka jahanam dan kekal di dalamnya selamanya, sama saja, apakah dia membunuh seorang mukmin atau tidak. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّ اللهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا لاَيَجِدُونَ وَلِيًّا وَلاَنَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong.” (QS. Al Ahzab: 64, 65)

Pendapat kedua menyebutkan bahwa ancaman kekal di neraka pada ayat ini ditujukan untuk orang yang menghalalkan untuk membunuh seorang mukmin. Sehingga orang yang mengatakan bahwa membunuh orang mukmin adalah halal maka orang ini telah kafir dan ia kekal di neraka. Pendapat ini juga adalah pendapat yang lemah. Imam Ahmad telah membantah pendapat ini dengan menyatakan bahwa orang yang menghalalkan untuk membunuh orang mukmin adalah kafir walaupun dia tidak melakukan pembunuhan tersebut. Padahal sebagaimana kita pahami, bahwa ayat ini mengancam orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.

Pendapat ketiga menyebutkan bahwa pada kalimat ini terdapat kalimat lain yang merupakan kelanjutannya (dalam bahasa arab disebut, taqdir syarat). Sehingga ayat tersebut bermakna, “maka balasannya adalah neraka jahanam, kekal di dalamnya, jika Alloh membalasnya.” Namun pendapat ini perlu ditinjau kembali. Apa faedah penyebutan, “maka balasannya adalah jahanam” kalau maksudnya terkait dengan jika Alloh membalasnya? Kemudian jika Alloh ta’ala membalasnya apakah balasannya adalah kekal di neraka? Jika orang itu menjawab “Ya,” maka masalahnya akan kembali muncul (bahasa Jawa: mbulet) yaitu bagaimana mungkin dosa yang bukan kekufuran dapat menyebabkan kekal di neraka?

Walhasil, ketiga pendapat ini adalah pendapat yang masih perlu ditinjau kembali. Karena ketiganya, tidak lepas dari pertentangan satu sama lain.

Pendapat yang keempat menyebutkan bahwa ayat ini merupakan salah satu penyebab yang dapat menyebabkan seseorang kekal di neraka. Namun jika didapati adanya penghalang lain, maka sebab tersebut tidak dapat memunculkan akibat. Misalnya, status sebagai seorang anak dapat menyebabkan seseorang mendapatkan warisan dari orang tuanya. Namun jika si anak tersebut adalah orang yang kafir, maka statusnya sebagai orang kafir, akan membatalkan hak warisnya. Maka, perbuatan membunuh seseorang merupakan penyebab kekalnya seseorang di neraka namun statusnya sebagai seorang mukmin maka ia tidak kekal di neraka. Akan tetapi ada sedikit permasalahan yang muncul di benak kita, yaitu apa manfaat Alloh menyebutkan ancaman yang sangat keras ini?

Tidak, tentunya Alloh ta’ala tidak akan berfirman tanpa ada faedah di dalamnya. Tidak ada satu pun perkataan Alloh dalam Al Quran maupun apa yang Rosululloh sampaikan dalam sunnahnya hanya sekedar main-main tanpa hikmah di dalamnya. Faedah penyebutan hukuman kekal di neraka adalah bahwa orang yang melakukan pembunuhan terhadap seorang mukmin dengan sengaja telah melakukan sebuah hal yang menyebabkan dia kekal di neraka. Padahal, hal yang menghalangi orang tersebut untuk bebas dari kekalnya jahanam (yaitu keimanan), bisa jadi ada dan bisa pula tidak ada. Maka orang ini berada dalam ancaman bahaya yang sangat besar. Oleh karena itu, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin akan senantiasa berada pada kelapangan dalam agamanya selama ia tidak menumpahkan darah yang haram.” (HR. Bukhori 6862, Ahmad 2/94, Baihaqi dalam Sunan-nya 8/21 dan lain-lain). Maka jika seseorang menumpahkan darah yang haram, ia berada pada kondisi yang sangat kritis dalam agamanya bahkan dapat menyebabkan ia kufur, wal’iyadzubillah.

Kesimpulan dari pendapat ini, bahwa melakukan pembunuhan dapat menyebabkan seseorang mati dalam keadaan kafir dan hal ini bisa menyebabkan dia kekal di neraka. Namun jika orang ini memiliki keimanan, maka hal ini akan menyebabkannya terbebas dari ancaman kekal di neraka. Namun bukan berarti dia tidak akan diazab dalam neraka, orang tersebut hanya bebas dari hukuman kekal di neraka, walaupun boleh jadi dia akan diazab dalam panasnya api neraka dalam waktu yang sangat lama.

Pendapat kelima menyebutkan bahwa “kekal di dalamnya” pada ayat ini memiliki makna bahwa orang ini akan tinggal di jahanam alam waktu yang sangat lama bukan dalam waktu yang kekal. Hal ini sebagaimana jika disebutkan, “Fulan dihukum di penjara selamanya”, padahal penjara tidaklah kekal.

Pendapat ini adalah pendapat yang mudah dan tidak terlalu sulit untuk merenunginya. Pada ayat ini, Alloh tidak menyebutkan keabadian. Alloh tidak menyebutkan (خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً), “kekal di neraka selama-lamanya.” Akan tetapi, Alloh hanya menyebutkan (خَالِدِينَ فِيهَا ), “kekal di neraka” sehingga ayat ini memiliki makna bahwa orang tersebut tinggal di neraka jahanam dalam waktu yang sangat lama.

Pendapat keenam, menyebutkan bahwa ayat ini merupakan ancaman Alloh pada orang-orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Namun ancaman ini bisa jadi dilaksanakan dan boleh jadi tidak dilaksanakan. Hal ini sebagaimana jika ada seorang bapak yang berkata kepada anaknya, “Jika kamu keluar rumah, aku akan memukulmu dengan sapu.” Kemudian anaknya keluar rumah, namun bapaknya hanya memukulnya dengan tangannya. Maka hukuman yang diberikan pada anaknya lebih ringan dari pada ancaman yang diberikan. Demikianlah, Alloh ta’ala mengancam orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka jika Alloh mengampuni dan memaafkan orang ini, hal ini adalah sebuah kemurahan dari Alloh. Namun pada pendapat keenam ini juga terdapat keganjilan, jika ancaman yang dijanjikan terjadi maka si pembunuh akan kekal di neraka. Padahal hal tersebut tidaklah benar berdasarkan dalil-dalil yang ada.

Walhasil, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang kelima yang menyebutkan bahwa makna “kekal di neraka” adalah tinggal dalam waktu yang sangat lama. Atau pendapat yang keempat yang menyebutkan bahwa membunuh seorang mukmin dengan sengaja merupakan penyebab seseorang kekal di neraka, namun jika si pembunuh memiliki keimanan, maka hal tersebut akan menjadi penghalang sehingga dia tidak kekal di neraka. Kedua pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin.

Bertaubatlah !!!

Dosa membunuh seorang muslim dengan sengaja tanpa hak, bukanlah sebuah dosa yang ringan, apapun cara yang dilakukannya. Beratnya ancaman yang Alloh janjikan bagi pelakunya merupakan bukti besarnya dosa perbuatan ini. Maka jalan yang harus ditempuh bagi para pelaku pembunuhan ini adalah bertaubat.

Alloh ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لاَيَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ وَلاَيَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَيَزْنُونَ وَمَن يَّفْعَلْ ذَلِكَ يَلقَ أَثَامًا يُضَاعَفُ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا إِلاَّ مَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Alloh dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Alloh (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Alloh dengan kebajikan. Dan adalah Alloh maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon: 68-70)

Dengan sangat jelas, Alloh telah memberikan janji bagi orang yang bertaubat dari dosa-dosa untuk mengganti kejelekan mereka dengan kebaikan. Walhamdulillah ‘ala ni’matihil ‘adhiimah.

Sebesar apapun dosa yang dilakukan oleh seorang hamba, Alloh subhanahu wa ta’ala pasti akan mengampuninya jika ia bertaubat. Bahkan dosa pembunuhan yang telah Alloh ancam pelakunya dengan kekal di neraka, akan Ia ampuni jika pelakunya mau bertaubat. Mari kita renungkan kembali sebuah kisah yang telah disampaikan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang seorang pemuda dari Bani Israil yang telah membunuh sekian banyak manusia.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam telah menceritakan sebuah kisah tentang seorang pemuda dari Bani Israil yang telah membunuh 99 jiwa, kemudian Alloh menyadarkan pemuda tersebut untuk segera bertaubat. Maka pergilah sang Pemuda tersebut kepada seorang ahli ibadah (‘abid) kemudian dia mengatakan pada ahli ibadah bahwa ia telah membunuh 99 jiwa, apakah dia masih bisa bertaubat? Maka sang ahli ibadah ini membesar-besarkan permasalahan kemudian dia memutuskan bahwa tidak ada kesempatan bagi pemuda ini untuk bertaubat. Maka sang pemuda tadi membunuh ahli ibadah ini sehingga genaplah 100 jiwa yang dia bunuh. Kemudian datanglah sang pemuda tadi kepada seorang ahli ilmu (ulama) dan dia berkata bahwa dia telah membunuh 100 jiwa, apakah dia masih bisa bertaubat? Ulama tadi menjawab, “Ya, siapa yang dapat menghalangimu dai taubat?” Kemudian ulama tadi melanjutkan, “Akan tetapi, penduduk negeri tempat tinggalmu adalah orang-orang yang zalim. Pergilah ke negeri Fulan, penduduk di sana adalah orang-orang yang baik dan shalih!”

Kemudian sang pemuda tadi pergi bersafar ke negeri yang telah ditunjukkan oleh ulama tadi. Dia berhijrah dari negerinya menuju negeri yang penduduknya baik dan shalih, namun dia wafat di tengah-tengah perjalanannya. Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab saling memperebutkan siapa yang berhak membawa ruh pemuda tadi. Kemudian Alloh mengutus seorang penengah di antara kedua malaikat tadi. Sang penengah tadi berkata, “Ukurlah jarak pemuda ini antara kedua negeri tersebut (negeri asalnya dan negeri tempat dia berhijrah), mana di antara keduanya yang lebih dekat dengannya maka dia termasuk penduduk kota tersebut.” Ternyata sang pemuda tadi lebih dekat dengan negeri yang penduduknya orang-orang shalih, kemudian Malaikat Rahmat membawa ruhnya. (HR. Bukhori 3470, Muslim 2766)

Perhatikanlah, Alloh subhanahu wa ta’ala telah menerima taubat dan mengampuni seorang pemuda dari Bani Israil padahal Alloh telah menjadikan tali dan belenggu atas mereka. Sedangkan umat Islam, Alloh telah mengangkat tali dan belenggu itu dari kaum muslimin, maka bertaubat adalah sebuah hal yang lebih mudah bagi umat ini. Jika Alloh mau mengampuni dosa seorang dari Bani Israil, maka terlebih-lebih lagi dengan umat Islam ini. Wallohul musta’an.

Perkataan Ibnu Abbas: “Tidak Ada Taubat Bagi Pembunuh”

Dalam suatu atsar yang shahih, telah diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas rodhiallohu ‘anhu berkata,

أن القاتل ليس له توبة

“Tidak ada taubat bagi seorang pembunuh.”

Bagaimana kita mengompromikannya? Maka -sekali lagi- kita membutuhkan penjelasan para ulama dalam hal ini. Duhai, betapa nikmatnya orang yang diberi pemahaman yang benar dalam agamanya.

Para ulama telah menyebutkan bahwa perkataan Ibnu Abbas rodhiallohu ‘anhu ini dapat dibawa pada dua kemungkinan yaitu:

Pertama, bahwa beliau rodhiallohu ‘anhu memaksudkan bahwa seorang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, sangat sulit untuk bertaubat bahkan dia tidak diberi taufik untuk bertaubat. Jika si pembunuh ini tidak diberi taufik untuk bertaubat, maka dosanya tidak bisa terhapus dan dia akan di hukum sesuai dengan apa yang Alloh kehendaki.

Kedua, bahwa seorang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, tidak mungkin bertaubat pada taubat yang terkait dengan orang yang dia bunuh. Karena seorang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka dia memiliki tiga bentuk taubat yang harus dia tunaikan, bertaubat pada Alloh, bertaubat yang berkaitan dengan hak keluarga orang yang dibunuh dan bertaubat yang berkaitan dengan hak orang yang dibunuh.

  1. Taubat yang terkait dengan hak Alloh, maka tidak diragukan lagi, Alloh akan menerima taubat hambanya dari segala macam dosa termasuk dosa membunuh seorang mukmin dengan sengaja jika si pelaku bertaubat dengan taubatan nasuha. Alloh berfirman,قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً“Katakanlah, Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas, terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS. Az Zumar: 54)
  2. Taubat yang terkait dengan hak keluarga yang dia bunuh, maka taubat ini dapat ditunaikan dengan mendatangi keluarga orang yang dia bunuh dan mengatakan bahwa saya telah membunuh salah satu keluarga mereka dan ingin bertaubat, maka lakukanlah apa yang kalian ingin lakukan terhadapku. Maka, keluarga memiliki hak baik minta diqishosh atau meminta tebusan (diyat) atau memaafkan sang pembunuh. Semuanya terserah pada keluarga yang dibunuh.
  3. Taubat yang terkait dengan hak orang yang dibunuh, maka taubat yang terkait dengan orang yang dibunuh tidak dapat lagi ditunaikan di dunia.

Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa jika sang pembunuh taubat dengan taubat yang sebenar-benarnya, maka hal ini dapat menggugurkan dosa-dosanya dan taubatnya diterima. Bahkan taubat yang terkait dengan hak orang yang dibunuh. Karena taubat yang benar dari seorang pelaku dosa, tidak akan menyisakan dosanya sedikit pun. Adapun orang yang dibunuh, dengan rahmat dan keutamaan dari Alloh, Alloh dapat menaikkan derajatnya lebih tinggi ataupun mengampuni dosa-dosanya yang lain. Hal ini berdasarkan firman Alloh ta’ala,

وَالَّذِينَ لاَيَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ وَلاَيَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَيَزْنُونَ وَمَن يَّفْعَلْ ذَلِكَ يَلقَ أَثَامًا {68} يُضَاعَفُ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا {69} إِلاَّ مَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {70}

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon: 68-70)

Penutup

Demikianlah, syariat Islam yang mulia telah memperingatkan manusia untuk menjaga nyawa, kehormatan dan darah manusia. Salah satu cabang keimanan sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menyingkirkan gangguan dari jalan. Menyingkirkan gangguan dari jalan akan menjadikan orang-orang dapat melewati jalan tersebut dengan aman. Jika perbuatan seperti ini merupakan cabang keimanan, maka dapatlah kita bandingkan dengan orang-orang yang meletakkan bom dan lain sebagainya yang kemudian bom tersebut membunuh sekian puluh bahkan sekian ratus kaum muslimin dengan dalih pembelaan Islam, maka ini merupakan cabang kekufuran. Maka bagaimana mungkin membela dan memperjuangkan Islam dengan cabang kekufuran, wallohul musta’an.

Dalam ayat ini (QS. An Nisa: 93) juga dapat disimpulkan bahwa Alloh ta’ala memiliki sifat Al Ghodhob (Murka). Hal ini berdasarkan firman-Nya pada ayat ini,

وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً

“Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa: 93). Namun patut diperhatikan bahwa kemurkaan Alloh, tidak sama dengan kemurkaan makhluknya.

Hikmah lainnya yang dapat kita ambil dari pembahasan kita adalah perlunya merujuk pada para ulama salaf, mereka adalah para ulama yang memiliki ilmu yang mendalam tentang ayat-ayat Alloh. Orang-orang yang tidak mengembalikan pemahaman mereka kepada para ulama, ketika mereka melihat adanya pertentangan antara dua dalil yang sahih atau antara dalil yang sahih dengan akal mereka, maka mereka akan menolak salah satu dalil ataupun men-takwil dalil dengan takwil batil yang berasal dari akal dan pemikiran mereka yang rusak. Bahkan sebagian di antara mereka mencela para ulama yang telah mencurahkan waktunya dalam ilmu agama ini (Sebagaimana pernah kami jumpai dalam sebuah tulisan yang meremehkan Syaikh Al Albani dengan mengatakan bahwa penilaian beliau tentang sebuah hadits tidak bisa diterima karena beliau hanya seorang tukang jam, la haula wa la quwwata illa billah). Kita semua berlindung pada Alloh dari takwilnya orang-orang bodoh dan penyimpangan orang-orang yang berlebihan dalam agama ini. Amiin ya mujibbassaailiin.

Referensi:

Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rohimahulloh cet: Darul ‘Aqidah, Kairo hal: 165-170.

sumber: www.muslim.or.id Selengkapnya...

Bom Bunuh Diri!!.. Jihadkah??

Penyusun: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Kaum muslimin –semoga Allah menjaga aqidah kita dari kesalahpahaman- sesungguhnya menunaikan jihad dalam pengertian dan penerapan yang benar termasuk ibadah yang mulia. Sebab Allah telah memerintahkan kaum muslimin untuk berjihad melawan musuh-musuh-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Hai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, dan bersikaplah keras kepada mereka…” (QS. At-Taubah: 9). Karena jihad adalah ibadah, maka untuk melaksanakannya pun harus terpenuhi 2 syarat utama: (1) ikhlas dan (2) sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah fenomena pengeboman yang dilakukan oleh sebagian pemuda Islam di tempat maksiat yang dikunjungi oleh turis asing yang notabene orang-orang kafir. Benarkah tindakan bom bunuh diri di tempat semacam itu termasuk dalam kategori jihad dan orang yang mati karena aksi tersebut -baik pada saat hari-H maupun karena tertangkap aparat dan dijatuhi hukuman mati- boleh disebut orang yang mati syahid?

Bom Bunuh Diri Bukan Jihad

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. An-Nisaa’: 29)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun bunuh diri tanpa sengaja maka hal itu diberikan udzur dan pelakunya tidak berdosa berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dan tidak ada dosa bagi kalian karena melakukan kesalahan yang tidak kalian sengaja akan tetapi (yang berdosa adalah) yang kalian sengaja dari hati kalian.” (QS. Al-Ahzab: 5). Dengan demikian aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh sebagian orang dengan mengatasnamakan jihad adalah sebuah penyimpangan (baca: pelanggaran syari’at). Apalagi dengan aksi itu menyebabkan terbunuhnya kaum muslimin atau orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslimin tanpa alasan yang dibenarkan syari’at.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. Al-Israa’: 33)

Membunuh Muslim Dengan Sengaja dan Tidak

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah kecuali dengan salah satu dari tiga alasan: [1] nyawa dibalas nyawa (qishash), [2] seorang lelaki
beristri yang berzina, [3] dan orang yang memisahkan agama dan meninggalkan jama’ah (murtad).”
(HR. Bukhari Muslim)

Beliau juga bersabda, “Sungguh, lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin tanpa alasan yang benar.” (HR. Al-Mundziri, lihat Sahih At-Targhib wa At-Tarhib). Hal ini menunjukkan bahwa membunuh muslim dengan sengaja adalah dosa besar.

Dalam hal membunuh seorang mukmin tanpa kesengajaan, Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat/denda dan kaffarah/tebusan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak sepantasnya bagi orang mukmin membunuh mukmin yang lain kecuali karena tidak sengaja. Maka barangsiapa yang membunuh mukmin karena tidak sengaja maka wajib baginya memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar diyat yang diserahkannya kepada keluarganya, kecuali apabila keluarganya itu berkenan untuk bersedekah (dengan memaafkannya).” (QS. An-Nisaa’: 92). Adapun terbunuhnya sebagian kaum muslimin akibat tindakan bom bunuh diri, maka ini jelas tidak termasuk pembunuhan tanpa sengaja, sehingga hal itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan jihad.

Membunuh Orang Kafir Tanpa Hak

Membunuh orang kafir dzimmi, mu’ahad, dan musta’man (orang-orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslim), adalah perbuatan yang haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh jiwa seorang mu’ahad (orang kafir yang memiliki ikatan perjanjian dengan pemerintah
kaum muslimin) maka dia tidak akan mencium bau surga, padahal sesungguhnya baunya surga bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.”
(HR. Bukhari).

Adapun membunuh orang kafir mu’ahad karena tidak sengaja maka Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat dan kaffarah sebagaimana disebutkan dalam ayat (yang artinya), “Apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang menjadi musuh kalian (kafir harbi) dan dia adalah orang yang beriman maka kaffarahnya adalah memerdekakan budak yang beriman, adapun apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang memiliki ikatan perjanjian antara kamu dengan mereka (kafir mu’ahad) maka dia harus membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya dan memerdekakan budak yang beriman. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut supaya taubatnya diterima oleh Allah. Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 92)

Bolehkah Mengatakan Si Fulan Syahid?

Di dalam kitab Sahihnya yang merupakan kitab paling sahih sesudah Al-Qur’an, Bukhari rahimahullah menulis bab berjudul “Bab. Tidak boleh mengatakan si fulan Syahid” berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah yang lebih mengetahui siapakah orang yang benar-benar berjihad di jalan-Nya, dan Allah yang lebih mengetahui siapakah orang yang terluka di jalan-Nya.” (Sahih Bukhari, cet. Dar Ibnu Hazm, hal. 520)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan (Fath Al-Bari, jilid 6 hal. 90. cet. Dar Al-Ma’rifah Beirut. Asy-Syamilah), “Perkataan beliau ‘Tidak boleh mengatakan si fulan syahid’, maksudnya tidak boleh memastikan perkara itu kecuali didasari dengan wahyu…”

Al-’Aini rahimahullah juga mengatakan, “Maksudnya tidak boleh memastikan hal itu (si fulan syahid, pent) kecuali ada dalil wahyu yang menegaskannya.” (Umdat Al-Qari, jilid 14 hal. 180. Asy-Syamilah)

Nah, sebenarnya perkara ini sudah jelas. Yaitu apabila ada seorang mujahid yang berjihad dengan jihad yang syar’i kemudian dia mati dalam peperangan maka tidak boleh dipastikan bahwa dia mati syahid, kecuali terhadap orang-orang tertentu yang secara tegas disebutkan oleh dalil!

Maka keterangan Bukhari, Ibnu Hajar, dan Al-’Aini -rahimahumullah- di atas dapat kita bandingkan dengan komentar Abu Bakar Ba’asyir -semoga Allah menunjukinya- terhadap para pelaku bom Bali, “… Amrozi dan kawan-kawan ini memperjuangkan keyakinan di jalan Allah karena itu saya yakin dia termasuk mati
sahid,”
tegasnya dalam orasi di Pondok Pesantren Al Islam, Sabtu (8/11/2008).” (sebagaimana dikutip Okezone.com.news)

Kalau orang yang benar-benar berjihad dengan jihad yang syar’i saja tidak boleh dipastikan sebagai syahid -selama tidak ada dalil khusus yang menegaskannya- lalu bagaimanakah lagi terhadap orang yang melakukan tindak perusakan di muka bumi tanpa hak dengan mengatasnamakan jihad -semoga Allah mengampuni dosa mereka yang sudah meninggal dan menyadarkan pendukungnya yang masih hidup-… Ambillah pelajaran, wahai saudaraku…

Sebagai penutup, kami mengingatkan kepada para pemuda untuk bertakwa kepada Allah dan menjauhkan diri mereka dari tindakan-tindakan yang akan menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka takutlah kalian terhadap neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. Al-Baqarah: 24). Sadarlah wahai saudara-saudaraku dari kelalaian kalian, janganlah kalian menjadi tunggangan syaitan untuk menebarkan kerusakan di atas muka bumi ini. Kami berdoa kepada Allah ‘azza wa jalla agar memahamkan kaum muslimin tentang agama mereka, dan menjaga mereka dari fitnah menyesatkan yang tampak ataupun yang tersembunyi. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Nya Muhammad, para pengikutnya, dan segenap para sahabatnya.

Diringkas oleh Ari Wahyudi dari penjelasan Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad hafizhahullah dalam kitab beliau Bi ayyi ‘aqlin wa diinin yakuunu tafjir wa tadmir jihaadan?! Waihakum, … Afiiquu yaa syabaab!! (artinya: Menurut akal dan agama siapa; tindakan pengeboman dan penghancuran dinilai sebagai jihad?! Sungguh celaka kalian… Sadarlah hai para pemuda!!) Islamspirit.com. Dengan tambahan keterangan dari sumber lain.

sumber : muslim.or.id

Selengkapnya...

Jumat, 24 Oktober 2008

Hadiah Perkawinan Untuk Sahabatku

oleh : al-Ustadz Abu Abdirrahman bin Thayib, Lc.

Kepada Seseorang Yang Memimpikan …. ….

Kepada Seseorang Yang Merindukan …. ….

Inilah Untaian Kata-Kata Indah …. ….

Sebagai Hadiah Saudaraku Yang Kan Menikah

Nikah, sebuah kata indah nan mempesona. Dialah harapan setiap insan manusia terutama kawula muda. Dengan menikah hidupkan semakin indah dan berharga, dan terjalin cinta kasih diatas ikatan suci. Alangkah indahnya pernikahan, alangkah bahagianya mereka yang menikah, hingga pena ini rasanya tak sanggup untuk mengungkapkan dan mengukir keindahan itu diatas kertas. Tidak ada yang lebih bisa menggambarkan keindahan pernikahan ini selain Yang Maha Pencipta lagi Maha Kuasa

yang telah berfirman :

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS.Ar-Ruum : 21).

Nikah bukan hanya sekedar mewujudkan fitroh manusia yang selalu mendambakan pendamping dalam hidup ini, tapi lebih dari itu nikah adalah ibadah yang diperintahkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya :

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (QS.An-Nisaa’ : 3)

dan dalam firman-Nya :

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS.An-Nuur : 32).

Nikah juga merupakan perwujudan dari sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam :

يَا مَعشَرَ الشَبَابِ مَن استَطاعَ مِنكُم البَاءَة فَليَتَزَوَّج فَإِنَّه أَغَضُّ لَلبَصَرِ وأَحصَنُ لِلفَرجِ وَمَن لَم يَستَطِع فَعَلَيهِ بِالصَومِ فَإِنَّه لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian telah mampu untuk menikah maka menikahlah, karena dengan menikah (engkau) lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya” (HR.Bukhori dan Muslim).

Menikah dapat bernilai ibadah jika diniatkan ikhlas karena Allah dan untuk menjaga diri dari fitnah syahwat, khususnya dizaman sekarang ini, dimana pornografi dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang memenuhi setiap sudut jalanan, menggoda dan membangkitkan nafsu syahwat anak adam. Terkadang ada sebagian yang sudah berjilbab (memakai kerudung) tapi masih memakai pakaian dan celana jeans yang ketat yang menggoda para pemuda, maka takutlah wahai kaum muslimah dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :

صِنفَانِ مِن أَهلِ النَارِ لَم أَرَهُمَا , قَومٌ مَعَهُم سِيَاطٌ كَأَذنَابِ البَقَر يَضرِبُون بِهَا النَاسَ , وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ , مُمِيلاتُ مائِلاتُ , رُؤُوسُهُنَّ كَأَسنِمَةِ البُختِ المَائِلَة , لا يَدخُلنَ الجَنّة , وَلا يَجِدنَ رِيحَها , وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِن مَسِيرَةِ كَذَا و َكَذَا

“Dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihat keduanya, 1. Sekelompok orang yang memegang cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya 2. Perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, berjalan berlenggak lenggok menjerumuskan (manusia kejurang kenistaan-pent), rambutnya seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau surga tercium pada jarak demikian dan demikian” (HR.Muslim).

Imam Nawawi rahimahullahu menjelaskan arti ‘berpakaian tapi telanjang’ dengan ucapan beliau : (Mereka menutup sebagian badannya dan membuka sebagian yang lainnya dalam rangka memamerkan (keindahan) tubuhnya. Bisa juga maknanya adalah dia memakai pakaian yang tipis dan menerawang hingga terlihat warna kulit tubuhnya) (Syarah Shohih Muslim 14/336).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda :

َاتَّقُوا الدُنيَا واتَّقُوا النِسَاءَ فَإِنَّ فِتنَةَ بَنِي إِسرَائيل كانت في النساء

“Berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan berhati-hatilah kalian terhadap wanita, karena fitnah pertama kali yang menimpa Bani israil adalah wanita“ (HR.Muslim)

Dan bagi mereka yang ingin menikah, hendaknya memilih calon istri yang sholehah, yang mengerti ilmu agama dan taat menjalankan ibadah, agar dia dapat hidup berbahagia didunia dan diakherat bersamanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

تُنكَحُ المَرأَةُ لأَربَعٍ لِمَالِهَا وَحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَدِينِهَا فَاظفَر بِذَات الدِينِ تَرِبَت يَدَاكَ

“Perempuan itu dinikahi karena 4 hal : karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka carilah yang agamanya baik maka engkau akan beruntung “ (HR.Bukhori dan Muslim).

Beliau juga bersabda :

الدُنيَا كُلُّهَا مَتَاعٌ وَخَيرُ مَتَاعِ الدُنيَا المَرأَةُ الصَالِحَةُ

“Dunia ini semuanya adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita sholehah“ (HR.Muslim).

Terlebih lagi istri adalah pendidik anak-anak kita, kalau dia baik agamanya maka –insya Allah- akan baik generasi islam ini, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair :

الأُمُّ مَدرَسَة إِذَا أَعدَدتَهَا أَعدَدتَ شَعبًا طَيبَ الأَعرَاق

Ibu adalah sekolah, jika engkau menyiapkannya
Berarti engkau telah menyiapkan generasi yang baik dan tangguh

Dan islam memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin menikahi seorang perempuan untuk melihatnya terlebih dahulu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Apabila seseorang sudah ada keinginan untuk melamar seorang perempuan maka dibolehkan baginya untuk melihatnya“ (Ash-Shohihah 98).

Tapi islam melarang kaum muslimin dari jalan-jalan syaitan dan dari jembatan menuju perzinaan yang diistilahkan dengan pacaran sebelum pernikahan. Allah ta’ala berfirman :

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS.Al-Isro’ : 32).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Tidaklah seorang lelaki bersepi-sepian (berduaan) dengan seorang perempuan melainkan setan yang ketiganya“ (HSR.Tirmidzi).

Kemudian bagi mereka yang telah mengikrarkan akad nikah untuk membangun sebuah rumah tangga, hendaknya mengokohkan bangunan rumah tangganya tersebut dengan hal-hal berikut ini :

1- Iman dan taqwa kepada Allah ta’ala

Allahlah dzat yang mengikatkan tali cinta kasih antara dua sejoli. Allah ta’ala berfirman :

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.Al-Anfal : 62).

Hati terkadang cinta dan terkadang benci, karena memang hati manusia ada diantara dua jemari Allah ta’ala, Dialah yang membolak-balik kan hati ini. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

إِنَّّ قُلُوبَ بَنِي آدَم كُلُّهَا بَينَ أُصبُعَينِ مِن أَصَابِعِ الرَحمَنِ كَقَلبٍ وَاحِدٍ يَصرِفُهُ حَيثُ شَاءَ

“Sesungguhnya hati anak Adam semuanya ada diantara dua jemari dari jemari-jemari Allah seperti satu hati, Dialah yang mengaturnya sesuai dengan kehendak-Nya” (HR.Muslim)

Oleh karena itu, hendaknya suami-istri mempererat hubungannya dengan Allah ta’ala dengan memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada-Nya dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Terlebih lagi, bahtera rumah tangga tidak semulus yang dikira, badai dan gelombang, duri dan kerikil-kerikil tajam kan selalu menghadang. Selama manusia hidup didunia ini tak ada yang kekal abadi, semuanya kan silih berganti bak malam dan siang hari. Kebahagiaan dan kesengsaran, kesenangan dan kesedihan, suka dan duka, menangis dan tertawa bak dua sejoli yang tak kan terpisah selama manusia hidup di dunia ini. Allah ta’ala berfirman :

وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ

” Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia“ (QS.Ali Imron :140).

Seorang penyair berkata :

لِكُلِّ شَىءٍ إذَا مَاتَمَّ نُقصَانُ فَلا يُغَرَّ بِطِيبِ العَيشِ إِنسَانُ
هِيَ الأُمُورُ كَمَا شَاهَدَتهَا دُوَلٌ مَن سَرَّهُ زَمَنٌ سَاءَتهُ أَزمَانُ
وَهَذِهِ الدَارُ لا تَبقَى عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَدُومُ عَلَى حَالٍ لَها شَانُ

Segala sesuatu apabila telah sampai kepada puncaknya dia akan turun
Oleh karena itu, janganlah manusia ini tertipu dengan keindahan dunia
Hal ini sebagaimana yang telah disaksikan oleh setiap bangsa
Barangsiapa yang hari ini senang, hari-hari berikutnya dia akan susah
Dunia ini tidak pernah kekal abadi bagi semua orang
Dan tidak akan tetap manusia ini pada satu keadaan

Maka dari itu, bagaimanapun tingginya martabat seseorang pasti dia membutuhkan pertolongan Dzat Yang Maha Kuasa lagi Maha Mulia untuk menghilangkan musibah atau duka yang dialaminya. Dialah (Allah) satu-satunya yang dapat mendatangkan manfaat dan madhorot, yang dapat mengabulkan permohonan hamba-Nya jika dia memohon kepada-Nya, dan yang dapat menghilangkan kesulitan dan kesempitan hidup hamba-hamba-Nya. Allah ta’ala berfirman :

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

“Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).” (QS.An-Naml : 62).

Tidak ada satu makhluk pun yang bisa menghilangkan kesusahan atau madhorot yang menimpa manusia, baik dia itu seorang wali, sunan, tuan guru maupun seorang Nabi atau malaikat. Allah ta’ala berfirman :

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS.Al-A’roof : 188)

Maka bertaqwalah -wahai manusia- kepada Allah pasti Dia akan selalu menolongmu. Allah ta’ala berfirman :

ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS.Ath-Tholaq : 2-3)

Diantara bentuk ketakwaan suami istri dalam mempererat serta mengokohkan rumah tangga adalah dengan saling nasehat menasehati untuk menjalankan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam. Lihat dan renungkanlah betapa indah dan harmonisnya rumah tangga yang dibangun diatas Al-Qur’an dan sunnah serta metode para sahabat –rodhiyallahu anhum- yang telah digambarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dalam haditsnya : “Allah merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk melaksanakan shalat (malam/tahajjud) lalu dia juga membangunkan istrinya hingga shalat. Jika istrinya enggan untuk bangun dia percikan air kewajahnya. Dan Allah merahmati seorang istri yang bangun dimalam hari untuk melaksanakan shalat (malam/tahajjud) lalu dia membangunkan suaminya hingga shalat. Jika suaminya enggan untuk bangun dia percikan air kewajahnya“ (HR.Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah dan derajatnya hasan shohih).

Sesungguhnya ikatan dan hubungan suami istri bukan hanya hubungan nafsu syahwat yang berakhir didunia ini. Tapi lebih dari itu, hubungan suami istri adalah hubungan ruh yang masih akan berlanjut sampai disurga kelak (jika memang keduanya beriman dan bertakwa kepada Allah). Allah ta’ala berfirman :

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ ءَابَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ

“(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya” (QS.Ar-Ro’du : 23)

2- Muamalah yang baik antara suami istri

Sesungguhnya diantara hal-hal yang bisa menjaga kerukunan dan keharmonisan rumah tangga adalah muamalah yang baik antara suami istri. Dan hal tersebut tidak bisa terwujud melainkan dengan keduanya mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Dan yang perlu diketahui oleh suami dan istri bahwa tidak ada yang sempurna didunia ini, setiap mereka punya kelebihan dan kekurangan. Adapun mencari pasangan yang sempurna maka ini hanya khayalan yang mustahil untuk digapai dan didapatkan.

A- Tugas suami dalam menjaga keutuhan rumah tangga

Seorang suami yang memiliki akal pikiran cemerlang dan baik akan selalu menerima kekurangan istrinya dengan lapang dada. Suami adalah pemimpin rumah tangga, dia hendaknya memiliki kesabaran yang lebih dibandingkan seorang istri. Dan hendaknya seorang suami mengetahui bahwa wanita itu lemah akal dan agamanya. Jika seorang istri selalu diminta untuk sempurna dalam segala hal, tidaklah mungkin dia bisa memenuhinya.

Berlebihan dalam mendidik dan meminta kepada istri akan mengakibatkan kerentakan dalam rumah tangga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Nasehatilah kaum wanita (para istri) dengan baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk dan sebengkok-bengkoknya tulang rusuk adalah yang diatas. Jika engkau ingin meluruskannya maka bisa jadi engkau akan mematahkannya dan jika engkau biarkan mereka, mereka akan senantiasa dalam keadaan bengkok. Nasehatilah kaum wanita dengan baik“ (HR.Bukhori dan Muslim) Kebengkokan (banyaknya kelemahan dan kekurangan) seorang istri termasuk tabiat mereka, maka mereka harus diperlakukan dengan penuh kesabaran.

Seorang suami tidak selayaknya untuk terus mengungkit-ungkit perasaan kesal dan sedih dalam rumah tangganya (istrinya). Tapi hendaknya dia memalingkan wajahnya dari aib-aib yang ada dalam diri istrinya dan mengingat kelebihan-kelebihan yang ada padanya. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

لاَ يَفرَك مُؤمِنٌ مُؤمِنَةً إِن كَرِه مِنهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنهَا آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin (suami) membenci mukminah (istri). Jika dia membenci sebagian perangainya hendaklah dia ridho (ingat) kebaikan-kebaikannya yang lain” (HR.Muslim)

Hendaknya seorang suami menasehati sang istri dengan penuh kelemah lembutan, dan tidak diperbolehkan untuk membiarkan istri dengan kelemahannya tersebut masuk kejurang kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman :

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan bergaullah dengan mereka secara baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS.An-Nisa’ : 19)

Bagaimana mungkin akan terwujud keluarga sakinah (tentram), mawaddah (kasih) dan rohmah (sayang) ? jika kepala rumah tangga berperangai kasar dan keras serta selalu sempit hati dan pandangannya, selalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, mudah marah dan sulit memaafkan, jika masuk rumah selalu berlagak sombong dan jika keluar rumah selalu berburuk sangka kepada istrinya.

Kebahagiaan dan muamalah yang baik tidak bisa diwujudkan melainkan dengan sikap lemah lembut dan jauh dari prasangka-prasangka buruk yang tidak ada buktinya. Kecemburuan terkadang membawa seorang suami kepada buruk sangka dan mencari-cari kesalahan, sehingga bisa merusak kehidupan rumah tangganya. Allah ta’ala berfirman :

وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ

“Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka” (QS.Ath-Tholaq : 6).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda :

خَيرُكم خَيرُكم لأَهلِهِ وأَنَا خَيرُكم لأَهلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya (istrinya) dan aku adalah sebaik-baik kalian bagi keluargaku”(HSR.Tirmidzi dan Ibnu Majah)

B- Tugas seorang istri dalam menjaga keutuhan rumah tangga

Seorang istri (sholehah) hendaklah mengetahui bahwa kebahagiaan, mawaddah dan rohmah tidak akan bisa digapai (dalam rumah tangga) melainkan ketika dirinya menjaga kesucian diri dan agamanya, dia mengetahui hak dan kewajibannya serta tidak melampaui batasannya, dan dia selalu mentaati suaminya yang merupakan pemimpin, pemberi nafkah dan pelindung dalam rumah tangganya. Taat kepada suami (dalam hal yang tidak menyelisihi syariat) adalah kewajiban bagi seorang istri, demikian juga dengan menjaga amanah dan harta sang suami.

Seorang istri yang sholehah adalah yang menekuni pekerjaan rumahnya, menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. Dia mensyukuri segala kebaikan suaminya dan tidak mengingkarinya, karena nabi telah bersabda : “Aku diperlihatkan neraka, dan aku lihat kebanyakan penghuninya adalah wanita, (karena) mereka banyak kufur (mengingkari)”. Lalu beliau ditanya : “apakah mereka kufur kepada Allah?” Nabi menjawab : “tidak, tapi mereka mengingkari (kebaikan) suaminya. Seandainya engkau berbuat baik kepadanya seumur hidupmu kemudian dia melihat sedikit saja dari kesalahanmu maka dia akan berkata : “Aku tidak pernah sedikitpun melihat kebaikanmu“ (HR.Bukhori)

Maka haruslah ada saling pengertian dan saling memaafkan, dan tidak boleh bagi seorang istri untuk menyakiti hati suaminya dikala ada dihadapannya dan tidak boleh mengkhianatinya dikala dia sedang berpergian. Dengan inilah akan tercipta saling merindukan dan meridhoi, serta terwujud rumah tangga sakinah mawaddah dan rohmah. Dari sinilah akan muncul generasi muslim yang istiqomah dijalan Allah yang tidak pernah mendengar persengketaan antara orang tua atau keretakan dalam keluarga.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al-Furqon : 74).

Seorang penyair mengatakan :

لَيسَ الفَتَاةُ بِمَالِهَا وَجَمَالِهَ ا كَلا وَلا بِمفَاخر الآبَاء
لكِنَّهَا بِعَفَافِها وَبِطهرِها وَصَلاحِها للزَوجِ والأَبنَاء
وَقِيَامِها بِشُؤُونِ مَنزِلِها وَاَن تَرعَاك في السَرَّاءِ والضَرَّاء

Perempuan itu bukanlah dilihat dari harta dan kecantikannya
Sekali-kali bukan itu, begitu juga tidak dilihat dari silsilah nenek moyangnya
Tapi perempuan itu dilihat dari kesucian dan agamanya
Dan (dilihat) dari kebaikannya kepada suami dan anak-anaknya
Serta (dilihat) dari ketekunanya dalam menjalankan tugas rumahnya
Dan dia selalu menemanimu dikala suka dan duka

INILAH KADO DAN HADIAH UNTUK PERNIKAHANMU… WAHAI SOBATKU
SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU…

Barangsiapa yang telah menikah berarti dia telah menjalankan separoh agamanya, maka bertaqwalah kepada Allah untuk mencapai separohnya lagi

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيكَ وَجَمَعَ بَينَكُما في خَيرٍ

Selengkapnya...

Korban Mbah Dukun

Di Banyak media massa tersedia jasa comblang perjodohan. Masing-masing dengan berbagai model dan variasi, tapi intinya sama,mendekatkan insane yang biasanya seret jodoh. Bukan berarti yang lelaki tidak ada, tapt sederet pencari jodoh sering didominasi oleh kaum hawa. Fenomena seret jodoh?

Problematika Kaum Muda

Menemukan jodoh idaman memang menjadi cita-cita setiap insane yang masih terpelihara fitrahnya. Kaum muda sebagai generasi yang mulai memasuki ranah rawan ini biasanya mempunyai perhatian tersendiri. Usia yang semakinmerayap membuat hati terasa gundah gulana. Tidak sedikit yang telah sekian lama menapaki hari-hari tidak jua mampu menghadirkan calon belahan jiwa. Perasaan gundah ini umumnya lebih sering dialami oleh kaum wanita. Umur pernikahan bagi kaum hawa lebih mempunyai makna mendalam, salah satunya berkaitan dengan batas masa kesuburan. Maka begitu ada indikasi menemukan sang belahan jiwa muncullah rasa senang dan bahagia.

Lebih berbahagia lagi kalau pertemuan itu berlanjut menuju titin sebuah pernikahan. Begitu usai akad nikah muncullah bunga-bunga di hati, begitu gembira seolah tak pernah ada masalah. Dalam benaknya seakan tak pernah terbetik bahwa sebuah rumah tangga yang mampu mendatangkan kebahagiaan dan ketentraman pun tak lepas dari ujian dan cobaan.

Tak kunjung Tiba

Awal pernikahan memang hamper pasti selalu mengundang rasa bahagia. Namun, seperti ketika menapaki kehidupan berumahtangga, jalan menuju pernikahan itu sendiri bukannya sepi dari aral. Banyak factor yang berperan dalam masalah ini. Factor personal, factor lingkungan dan factor keluarga biasanya yang sering muncul, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan.

Kalau minimal ketiga factor tersebut mendukung, maka sebuah usaha menyongsong sang belahan jiwa terasa begitu mudahnya Insya Allah. Hanya saja salah satu atau lebih dari factor-faktor itu tidak jarang muncul sebagai penghambat. Akhirnya jalan menuju sebuah pernikahan kadang dirasakan bagai melintas di jalan setapak dengan jalan tertatih-tatih, sangat rawan untuk mengalami kegagalan.

Tidak setiap orang mampu memenej kegagalan yang sedang dialaminya. Apalagi kalau hal itu harus dialami sampai berulang kali. Hidupnya terasa menjadi sebuah perjalanan yang begitu sulit karena membawa beban yang sangat berat sambil mendaki jalan yang terjal. Kalau beban hidup semacam ini tidak segera diuraikan dikhawatirkan akan memunculkan masalah hidup yang lain.

Jangan Salah

Setiap orang memang ingin beban yang menghimpitnya segera hilang. Hanya setiap orang mungkin punya jalan pikiran yang tidak sama. Ada yang datng ke psikiater, ada yang mempercayai ke tokoh agama, ada juga yang berusaha menghilangkan dengan cara bertukar pikiran bersama teman karibnya yang mungkin saja pernah mengalami hal serupa. Dalam masalah begini jangan salah langkah dan salah mempercayai. Repotnya di Negara yang katanya mayoritas penduduknya muslim ini masih banyak yang menyerahkan masalah hidupnya ini kepada mbah dukun.

Sebagian orang masih percaya bahwa mbah dukun mampu menyambung hati dua insan. Sehingga yang tadinya benci jadi cinta, yang tadinya bersikap menolak manjadi mau menerima. Akhirnya banyak kasus cinta mbah dukun. Tidak hanya laki-laki yang kemudian menempuh jalur cinta mbah dukun, yang perempuan pun tidak sedikit. Pun tak hanya lajang, yang sudah menikah juga konsultasi dengan mbah dukun agar tak kehilangan pasangannya.

Hanya Kepada-Nya

Sebagai seorang muslim mestinya tahu batas-batas agama yang mengatur langkah hidupnya. Segala sesuatu-termasuk kesulitan-kesulitan hidup- hendaknya selalu diserahkan hanya kepada Allah. Penyerahan di sini bukan berarti sekedar berdoa dan berkeluh kesah kepada-Nya. Di samping itu harus ada usaha yang tetap berjalan di dalam koridor syariat-Nya. Pendek kata usaha itu tidak melanggar batasan syariat Allah.

Memang kalau sekedar melihat dari usaha, dating dan berkonsultasi ke dukun juga merupakan sebentuk usaha. Misalnya orang yang merasa sudah sekian lama belum juga ketemu jodoh. Ia kemudian menghubungi dukun untuk menanyakan nasib asmaranya. Atau orang yang menyukai seseorang, tapi bertepuk sebelah tangan, kemudian dating ke dukun minta cara agar cintanya diterima. Dalam pandangan orang awam dukun memang terkesan memberikan solusi dan pemecahan. Dukun akan mengajukan beberapa syarat sebelum memberikan apa yang ia sebut jalan keluar.

Hanya masalahnya syarat dan cara penyelesaian mbah dukun hamper selalu bertabrakan dengan syaraiat. Upaya-upaya dari mbah dukun -selain irasional- selalu melibatkan pihak ketiga. Yakni majikannya, jin setan. Setan akan memberikan jalan kesesatan yang Nampak sebagai jalan keluar. Demi keselamatan manusia maka Allah mengharamkan perdukunan, walau sekedar mendatanginya.

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian mempercayai perkataannya, maka sungguh ia telah mengingkari apa yang dibawa Muhammad.” (HR. Ahmad)

Akibat Sampingan

Mempercayai dukun merupakan tindakan kesyirikan, termasuk menganggap sang dukun punya sifat seperti Allah yakni mengetahui sesuatu yang gaib. Padahal hanya Allahlah yang memegang kunci-kunci kegaiban.

“Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.”(Al-An’am:59)

Sebagian dukun tentunya tak mau kalau dia dianggap berlaku syirik, maka sering keluar darinya kata-kata ‘tawadhu’. Bahwasannya mereka hanyalah perantara, semuanya kembali kepada Yang Kuasa. Kata-kata yang terkesan merendah ini justru mengundang simpati orang banyak. Semakin larislah dia.

Saying sekali kalau kita tertipu oleh berbagai hal yang bersifat basa-basi untuk menutupi kesesatan. Termasuk juga label, karena tidak setiap dukun mengaku sebagai dukun. Bagi seorang muslim sejati, nama tidak akan mengubah hakikat, sehingga mestinya jangan sampai tertipu.

Lebih runyam lagi kalau yang tertipu adalah seorang perempuan. Tambah lagi yang ditemuainya ternyata dukun cabul. Akhirnya tertipulah ia luar dalam. Sudah hina di hadapan Allah, ditambah kehilangan kehormatannya lagi. Untuk itu hendaknya kita senantiasa berlindung kepada Allah dari Iblis dan bala tentaranya, setan. Baik dari golongan jin maupun manusia.

sumber : Majalah Nikah Selengkapnya...

Kamis, 23 Oktober 2008

Jika aku jatuh cinta........

Ya Allah
jika aku jatuh cinta,
cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.
jika aku jatuh cinta,
jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu.
jika aku jatuh hati,
izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu, agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu.
jika aku jatuh hati,
jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling dari hati-Mu.
jika aku rindu,
rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.
jika aku rindu,
jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu.
jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,
janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhirmu.
jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu,
jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu.
jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu,
jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.
Ya Allah,
Jika aku telah jatuh cinta dan merindukannya
maka jadikanlah itu semua hanya karena-Mu.
Amin. Selengkapnya...
 

Mengenai Saya

Foto Saya
dwinggy
Sebuah keinginan untuk mencari cinta sejati, petualangan yang tidak pernah berenti di dunia ini, mencari Islam yang hakiki, haus dengan ilmu Al Quran dan Assunnah, hidup di alam sunnah dengan bahagia. Bahagia di atas manhaj salaf
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Cool Blue Outer Glow Pointer
© 2009 Free Blogger Template powered by Blogger.com | Designed by Amatullah |Template Design