Jumat, 15 April 2011
MENOLAK DOA IBU
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ustadz, saya wanita 33 tahun, punya 3 orang anak (dari mantan suami kedua), yang selalu memahami kondisi hati mamanya. Saat ini saya menikah, merupakan pernikahan ke 3 bagi saya dan kedua bagi suami ( 3 anak dari suami).
Ustadz…. Pernikahan kami tidak di restui oleh orang tua saya, bahkan saat ini saya dan anak-anak sudah di buang dari keluarga besar. Kedua orang tua saya memberikan syarat agar saya bercerai dari suami jika masih ingin diakui sebagai anak. Subhanallah….. sungguh tidak dapat saya terima syarat tersebut.
Niat saya menikah lagi ketika itu agar dapat membentuk keluarga yang sakinah,warahmah dan mawaddah. Terlepas dari kesalahan & dosa kami di masa lalu, niat mempertahankan dan menjalankan pernikahan ini begitu kuat dan saya terus belajar agar menjadi umat–Nya yang dicintai & selalu bertaubat, menjadi istri & mama yang pantas bagi keluarga kecil kami.
Selain telah mengenakan jilbab, saya berusaha menjalankan ibadah wajib dan sunnah lebih baik, juga di tambah dengan berdzikir memohon ampunan, petunjuk, dan perlindungan dari-Nya. Sangat sering bibir ini berdoa dan air mata ini mengalir memohon Ridha Allah l agar pintu hati kedua orang tua saya terbuka dan dapat menerima kami. Dan tak henti saya memohon agar kami di berikan ketenangan, kekuatan, dan kesabaran dalam menghadapi kehidupan ini (amin) ( yang kadang ada saja pertengkaran suami istri yang tak dapat saya hindari, Nauzubillah…) mengingat suami sangat sensitif dan temperamental. Subhanallah….. Saya selalu berusaha bersabar dan memohon di berikan kekuatan ketika keluar kata-kata yang sering menyakitkan hati saya dari mulut suami.
Apakah ini karena orang tua tidak ridha? Ibu saya terus berdoa dan berharap agar rumah tangga saya hancur. Padahal Ibu saya adalah orang yang sangat baik ibadah dan amalnya. Apakah saya anak yang durhaka? Bagaimana dengan doa Ibu saya tadi? Dan bagaimana menyikapi suami yang kadang tak dapat saya kendalikan emosi dan amarahnya ? Suami sangat bertanggung jawab dalam menafkahi keluarga dan alhamdullillah hubungan saya dengan mertua baik. Mohon saran dan doanya ustadz. “syukran” ( Hamba Allah – Kota BM )
Jawaban:
Waalikumsalam warahmatullah wabarokatuh.
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah, Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa setia mengikuti ajarannya yang lurus hingga hari kiamat. Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Saudariku yang dirahmati Allah, Islam adalah agama yang sempurna dan pembawa rahmat bagi alam semesta. Islam juga merupakan satu-satunya agama yang memberikan solusi tepat untuk menggapai kehidupan rumah tangga yang bahagia (sakinah, mawaddah, dan rahmah).
Saudariku, problema yang sedang anda alami itu hanyalah sebagian dari sekian banyak ujian yang Allah berikan kepada para hamba-Nya, maka sebagai seorang muslim, kita harus bersikap sabar dalam menghadapi ujian apapun agar kita sukses dengan meraih pahala yang besar dan keridhoan dari Allah. Apalagi niat dari awal anda untuk menikah sungguh mulia, yaitu agar dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah dan terbebas dari segala dosa yang telah diperbuat di masa lalu.
Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala berfirman: “Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan saja jika ia telah mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka sehingga terbukti bagi Allah orang-orang yang sungguh-sungguh dalam imannya dan terbukti juga orang-orang yang berdusta.” [QS. Al-Ankabut: 2-3]
Saudariku, bertakwalah kepada Allah dan istiqomahlah dalam berdoa kepada-Nya agar Dia membukakan pintu hati kedua orang tuamu supaya mau merestui pernikahanmu dan menyambung kembali hubungan silaturahim denganmu yang telah terputus. Semoga dengan demikian Allah merubah keadaan keluargamu menjadi lebih baik. Berdasarkan janji Allah di dalam Al-Quran Al-Karim: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya”. [QS. Ath-Thalaq: 2] dan firman-Nya pula: “Barangsiapa bertakwa kepada Alla niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” [QS. Ath-Thalaq: 4].
Kami juga ingin menanyakan kepada anda, dengan sebab apakah kedua orang tuamu tidak merestui pernikahanmu dan bahkan tidak menganggapmu dan anak-anakmu sebagai anggota keluarganya? Apakah alasannya dibenarkan syariat atau sebaliknya (tidak syar’i). kalau alasannya memang syar’i maka hendaklah kamu berdua segera bertaubat kepada Allah dan berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahanmu agar hati kedua orang tuamu terbuka dan mau merestui pernikahanmu. Akan tetapi jika alasan kedua orang tuamu membuangmu dan anak-anakmu dari anggota keluarga besarnya itu tidak syar’i, maka kami nasehatkan kepada mereka agar bertaubat kepada Allah atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya kepada anak kandungnya sendiri seperti tidak merestui pernikahannya, membuangnya dari anggota keluarganya, menyuruhnya bercerai dari suaminya dan bahkan mendoakan kehancuran bagi rumah tangga anaknya. Ketahuilah –wahai orang tua- akan bahaya dari memutus tali silaturahim apalagi dengan anak kandungmu sendiri. Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidak akan masuk surga orang yang mmemutuskan (silaturahim).” [HR. Al-Bukhari 10/347 dan Muslim no. 2556 dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu anhu]
Dan sabdanya pula: “Tidak ada dosa yang pantas untuk disegerakan hukumannya oleh Allah bagi pelakunya di dunia bersamaan dengan (hukuman) yang disimpan untuknya di akhirat, daripada kezaliman dan pemutusan silaturahim.” [HR. Ahmad, 5/36, Abu Dawud no. 4901, At-Tirmidzi no.1513, dan beliau mengatakan hadits ini shahih, Ibnu Majah no. 4211]
Dan Rasulullah juga melarang mendoakan keburukan bagi anak karena ditakutkan doa tersebut bertepatan dengan waktu dikabulkannya doa, sehingga doa tersebut dikabulkan Allah, dan akhirnya orang tua menyesali akibat perbuatannya sendiri. Sebagaimana hadits shahih yang panjang dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma: Sesungguhnya seseorang berkata kepada untanya: “Hai (unta)! Semoga Allah melaknatmu. “Lalu Rasulullah berkata, “Siapa yang melaknat untanya?” Dia berkata, “Aku wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata, “Turunlah dari unta tersebut, janganlah engkau menyertakan kami dengan sesuatu yang terlaknat, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian sendiri, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk anak-anak kalian, dan janganlah kalian mendoakan keburukan untuk harta kalian. Jangan sampai kalian berdoa, bertepatan dengan saat dimana permohonan kepada Allah dikabulkan, sehingga permohonan kalian pun dikabulkan”. [HR. Muslim no. 3009]
Adapun orang tuamu mensyaratkan agar kamu bercerai dari suamimu maka janganlah anda menuruti perintahnya karena syarat ini tidak dibenarkan oleh syariat, apalagi suamimu seorang muslim yang bertanggung jawab. Dan sikap ini (tidak memenuhi permintaan orang tua) pun tidak menjadikanmu sebagai anak yang durhaka, karena taat pada orang tua meskipun hukumnya fardhu ain bagi setiap anak tetapi sebatas dalam hal yang ma’ruf saja, berdasarkan sabda Rasulullah:
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tiada ketaatan (kepada siapapun) dalam kemaksiatan kepada Allah sang Pencipta. Sesungguhnya (wajibnya) taat itu hanya dalam kebaikan.” [HR.Bukhari no.7252 dan Muslim no.4871].
Kemudian, kami ingin menanyakan pula kepada anda, gerangan apakah yang membuat suamimu cepat marah? Apakah karena anda tidak menunaikan hak-haknya atau memang karakter suamimu selalu marah dengan atau tanpa sebab. Jika memang sebabnya yang pertama, maka hendaknya anda memperbaiki kekuranganmu dengan menunaikan hak-haknya dan selalu mentaatinya dalam kebaikan. Tetapi jika sebabnya yang kedua, maka kami nasehatkan kepada suami anda agar berusaha semaksimal mungkin menahan amarah, mengetahui keutamaan orang yang sabar dan tahan emosi, dan mengetahui bahaya yang ditimbulkan akibat sering marah. Apalagi jika marahnya tanpa sebab. Maka ini merupakan marah yang dibenci Allah karena ia datangnya dari setan sebagaimana dikabarkan Nabi shallallahu alihi wasallam.
Kami nasehatkan pula kepada suamimu dengan sabda Nabi shallallahu alihi wasallam: “Berwasiatlah kalian yang baik kepada kaum wanita, karena mereka tercipta dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas, maka kalau engkau meluruskannya berarti engkau mematahkannya, namun jika engkau membiarkannya maka dia akan selamanya bengkok, oleh karena itu berwasiatlah yang baik kepada wanita.” [HR. Bukhori 5168, Muslim : 1468 dari jalan Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu].
Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga bias menyelesaikan berbagai problem rumah tanggamu dan menggapai kehidupan yang bahagia sebagaimana diidamkan oleh setiap pasangan suami istri, amiin.
(Telah dimuat di dalam Majalah Nikah Sakinah Volume 8 No.11 tanggal 15 Februari – 15 Maret 2010)
di tulis ulang dari : http://abufawaz.wordpress.com Selengkapnya...
Label:
Do'a
Rabu, 30 Maret 2011
BAGAIMANA CARA MENASEHATI PENGUASA YANG ZHALIM DI DALAM ISLAM
“Barangsiapa yang ingin menasehati penguasa tentang sesuatu urusan, maka janganlah ia tampakkan nasehatnya itu kepadanya secara terang-terangan (di depan umum). Akan tetapi hendaklah ia memegang tangannya, lalu ia bersembunyi dengannya (yakni nasehati dia secara sembunyi tidak ada yang mengetahuinya kecuali engkau dan dia). Maka kalau dia menerima nasehatnya, maka itulah (yang dikehendaki). Tetapi kalau dia tidak mau menerima nasehatnya, maka sesungguhnya ia telah menunaikan kewajiban menasehatinya.”HADITS SHAHIH. Telah dikeluarkan oleh Ahmad (3/403-404 no.15408 dan ini lafazhnya) dan Ibnu Abi ‘Ashim di kitabnya “As Sunnah” (no.1096, 1098 & 1099) dan lain-lain.
FIKIH HADITS
Hadits yang mulia ini mengajarkan kepada kita salah satu adab dan akhlak di dalam Islam yang sangat tinggi dan mulia dalam ber-amar ma’ruf dan nahi mungkar, menasehati dan memperingati penguasa yang zhalim. Nabi yang mulia –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkan kepada kita apabila kita ingin menasehati atau memperingati penguasa yang zhalim, nasehatilah secara tersembunyi. Jangalah menasehati atau memperingatinya secara terang-terangan di depan umum, di mimbar atau di majelis terbuka dengan membuka aibnya. Karena yang demikian akan menafikan maksud dan tujuan dari nasehat atau peringatan itu sendiri kepada penguasa yang zhalim. Bahkan akan menambah kezhaliman dan kemarahannya khususnya kepada orang-orang yang memperingatinya. Sebab maksud dan tujuan menasehati atau memperingati penguasa yang zhalim ialah agar dia sadar akan kezhalimannya kemudian bertaubat dan beramal shalih. Inilah maksud dari perintah Allah Tabaaraka wa Ta’ala kepada Musa dan Harun untuk berda’wah memperingati Fir’aun:
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” [QS. Thaahaa: 43-44].
Di dalam ayat yang mulia ini terdapat ibrah yang sangat besar dalam berda’wah kepada penguasa yang zhalim. Fir’aun ketika itu adalah seorang yang sangat melampaui batas, sombong bahkan mengaku dirinya sebagai tuhan. Sedangkan Musa adalah seorang Nabi yang besar dan mulia di sisi Allah bersama saudaranya Harun. Meskipun demikian Allah tetap memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk berbicara kepada Fir’aun dengan kata-kata yang lemah lembut agar mengena dan masuk ke dalam hati Fir’aun. Yang tujuannya agar supaya Fir’aun sadar, ingat akan kezhalimannya, kemudian tunduk dan takut kepada Allah. Kalau terhadap Fir’aun, Allah telah memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk berbicara dengan kata-kata yang lemah lembut, maka tentunya penguasa muslim yang zhalim lebih berhak mendengar kata-kata yang lemah lembut dari seorang alim yang akan menasehati dan memperingatinya.
Sekali lagi, hadits yang mulia ini bagaikan petir yang menyambar kaum harakah islamiyyah yang telah menghalalkan dan menyukai bahkan hampir-hampir mereka mewajibkan berdemontrasi, berorasi dan unjuk rasa kepada penguasa. Walaupun mereka menamakannya demontrasi tertib dan islamiy!!!
“Sampai disitulah ilmu mereka!”. [QS.an-Najm:30]
Sumber: Disalin ulang dari buku Al Masail jilid 4, al Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat –hafizhahullah-, Masalah ke 91, Penerbit Darussunnah, Cet.2, Hal.220-222. Selengkapnya...
SIAPAKAH PEMERINTAHAN YANG BODOH?
Dari Jabir bin Abdillah (ia berkata): Sesungguhnya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersabda kepada Ka’ab bin ‘Ujrah:
“Ya Ka’ab bin ‘Ujrah! Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan yang bodoh!”.
Ka’ab bin ‘Ujrah bertanya: “Kenapa demikian ya Rasulullah, dan siapakah pemerintahan yang bodoh itu?”.
Beliau menjawab: “Para umarah (penguasa) yang akan datang nanti sesudahku, mereka tidak mengikuti petunjukku dan tidak mengamalkan Sunnahku. Maka barang siapa yang membenarkan kebohongan mereka dan menolong ke zhaliman mereka, maka mereka itu bukan dariku dan aku bukan dari mereka [1], dan mereka tidak akan dibawa ke telagaku (pada hari kiamat). Akan tetapi barang siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak menolong ke zhaliman mereka, maka mereka itu dariku dan aku dari mereka [2], dan mereka akan dibawa ke telagaku (pada hari kiamat).Ya Ka’ab bin ‘Ujrah! Puasa itu sebagai perisai, dan shadaqah itu sebagai penghapus dosa, sedangkan shalat itu sebagai cara untuk mendekatkan diri (kepada Allah) -atau beliau bersabda: Shalat itu sebagai bukti (bahwa dia seorang muslim)-
Ya Ka’ab bin ‘Ujrah! Sesungguhnya tidak akan masuk sorga daging yang tumbuh dari hasil yang haram, maka nerakalah yang lebih berhak dengannya (memakannya).
Ya Ka’ab bin ‘Ujrah! Manusia (setiap hari) berangkat di waktu pagi terbagi menjadi dua golongan: Yang membeli dirinya, kemudian dia memerdekakannya (dari api neraka). (Dan) Yang menjual dirinya, kemudian dia membinasakannya (memasukkan dirinya ke dalam api neraka)”.
HADITS SHAHIH. Telah dikeluarkan oleh Ahmad (3/321 & 399 dan ini lafazhnya), Daarimiy (2/318 dengan sangat ringkas) dan Ibnu Hibban (no. 1569 –mawaarid-).
Hadits ini shahih atas syarat Muslim sebagaimana telah saya luaskan takhrijnya di Riyaadhul Jannah (no:511). Dan Hadits ini pun telah mempunyai syawaahid (penguat atau pembantunya) dari jama’ah para sahabat dan keluasan takhrijnya ada di Riyaadul Jannah (no:757 s/d 761).
SEBAGIAN DARI FAEDAH HADITS
As sufahaa’ bentuk jama’ dari safiih yang artinya sebagaimana di tafsirkan oleh Al Hafizh Ibnu Katsir:
”Sufahaa’ bentuk jama’ dari safiih, sedangkan safiih artinya: Orang yang jahil (bodoh), yang dha`if (lemah) akalnya, yang sedikit sekali pengetahuannya tentang mana yang maslahat dan mana yang mudharat”. [3]
Hadits yang mulia ini merupakan hadits yang sangat besar dan agung sekali, yang menjadi salah satu tanda dari tanda-tanda kenabian beliau -shalallahu ‘alaihi wa sallam-. Bahwa apa yang beliau -shalallahu ‘alaihi wa sallam- kabarkan akan terjadi, pasti terjadi tidak dapat tidak, karena ini merupakan wahyu dari Rabbul ‘alamin sebagaimana firman-Nya:
”Dan dia tidak berbicara dengan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain melainkan wahyu yang di wahyukan (kepadanya)”. (Surat An-Najm:3 dan 4).
”(Allah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya…”. (Surat Jin:26 & 27).
Kita saksikan -dengan sangat menyesal dan menyedihkan- sebagian besar negeri-negeri Islam pemerintahannya adalah pemerintahan sufahaa’. Yaitu satu pemerintahan yang di pimpin oleh para penguasa yang tidak mengikuti petunjuk (hidayah) Nabi yang mulia -shalallahu ‘alaihi wa sallam-. Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau -shalallahu ‘alaihi wa sallam-.
Yaitu pemerintah yang tidak mengamalkan dan berjalan di atas Sunnah beliau -shalallahu ‘alaihi wa sallam-. Padahal tidak akan tersesat selamanya orang yang berpegang dengan Al Kitab dan Sunnah Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam-.
Oleh karena itu pemerintahan mereka adalah pemerintahan yang bodoh, miskin, terhina, lebih banyak mudharatnya dari maslahatnya. Bahkan hampir-hampir tidak ada maslahatnya kalau dinisbahkan dengan mudharatnya.
Inilah balasan -dan balasan sesuai dengan jenis amalnya- bagi setiap pemerintahan yang berpaling dari petunjuk dan Sunnah Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam-.
Sebaliknya,pemerintahan yang mengikuti petunjuk dan Sunnah Nabi yang mulia - shalallahu ‘alaihi wa sallam- adalah sebuah pemerintahan yang berilmu, kaya, kuat, penuh dengan kemaslahatan dan sedikit sekali mudharatnya. Bisa dikatakan hampir-hampir tidak ada mudharatnya kalau dinisbahkan dengan maslahatnya.
Hadits yang mulia ini bagaikan petir yang menyambar kaum Harakah Islamiyyah yang telah menceburkan diri mereka di dalam kubangan pemerintah sufahaa’ yang membuat mereka lebih sufahaa’ dari pemerintahan sufahaa’.
Semoga Allah melindungi kita dari pemerintahan sufahaa’. Allahumma amin!
Foot Note:
[1] Yakni, mereka bukanlah orang-orang yang mengikuti Sunnahku dalam masalah ini.
[2] Yakni, merekalah orang-orang yang mengikuti Sunnahku.
[3] Tafsir Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat 13 surat al-Baqarah
Sumber: Disalin ulang dari buku Al Masail jilid 4, al Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat –hafizhahullah-, Masalah ke 90, Penerbit Darussunnah, Cet.2, Hal.214-218. Selengkapnya...
Label:
Politik
Kamis, 24 Maret 2011
Wasiat-wasiat Generasi Salaf
Oleh : Ust. Abu Ihsan Al Atsary
Allah Ta`ala berfirman dalam kitab-Nya:
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga, di bawahnya banyak sungai mengalir; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-taubah : 100)
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta`ala memberi pujian kepada para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Merekalah generasi terbaik yang dipilih oleh Allah sebagai pendamping nabi-Nya dalam mengemban risalah ilahi.
Pujian Allah tersebut, sudah cukup sebagai bukti keutamaan atau kelebihan mereka. Merekalah generasi salaf yang disebut sebagai generasi Rabbani yang selalu mengikuti jejak langkah Rasulullah Shallallahu `alaihiwa sallam.
Dengan menapak tilasi jejak merekalah, generasi akhir umat ini akan bisa meraih kembali masa keemasannya. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik rahimahullah, Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang membuat generasi awalnya menjadi baik. Sungguh sebuah ucapan yang pantas ditulis dengan tinta emas. Jikalau umat ini mengambil generasi terbaik itu sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan niscaya kebahagiaan akan menyongsong mereka.
Dalam kesempatan kali ini, kami akan mengupas bagaimana para salaf menyucikan jiwa mereka, yang kami nukil dari petikan kata-kata mutiara dan hikmah yang sangat berguna bagi kita.Salaf dan Tazkiyatun Nufus
Salah satu sisi ajaran agama yang tidak boleh terlupakan adalah tazkiyatun nufus (penyucian jiwa). Allah selalu menyebutan tazkiyatun nufus bersama dengan ilmu. Allah berfirman:
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah : 151)
Artinya, ilmu itu bisa jadi bumerang bila tidak disertai dengan tazkiyatun nufus. Oleh sebab itu dapat kita temui dalam biografi ulama salaf tentang kezuhudan, keikhlasan, ketawadhu`an dan kebersihan jiwa mereka. Begitulah, mereka selalu saling mengingatkan tentang urgensi tazkiyatun nufus ini. Dari situ kita dapati ucapan-ucapan ulama salaf sangat menghunjam ke dalam hati dan penuh dengan hikmah. Hamdun bin Ahmad pernah ditanya: Mengapa ucapan-ucapan para salaf lebih bermanfaat daripada ucapan-ucapan kita? beliau menjawab: Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa dan mencari ridha Ar-Rahman, sementara kita berbicara untuk kemuliaan diri, mengejar dunia dan mencari ridha manusia!
Salaf dan Kegigihan Dalam Menuntut Ilmu
Imam Adz-Dzahabi berkata: Ya`qub bin Ishaq Al-Harawi menceritakan dari Shalih bin Muhammad Al-Hafizh, bahwa ia mendengar Hisyam bin Ammar berkata: Saya datang menemui Imam Malik, lalu saya katakan kepadanya: Sampaikanlah kepadaku beberapa hadits! Beliau berkata: Bacalah!
Tidak, namun tuanlah yang membacakannya kepadaku! jawabku.
Bacalah! kata Imam Malik lagi. Namun aku terus menyanggah beliau. Akhirnya ia berkata: Hai pelayan, kemarilah! Bawalah orang ini dan pukul dia lima belas kali! Lalu pelayan itu membawaku dan memukulku lima belas cambukan. Kemudian ia membawaku kembali kepada beliau. Pelayan itu berkata: Saya telah mencambuknya! Maka aku berkata kepada beliau: Mengapa tuan menzhalimi diriku? tuan telah mencambukku lima belas kali tanpa ada kesalahan yang kuperbuat? Aku tidak sudi memaafkan tuan!
Apa tebusannya? tanya beliau.
Tebusannya adalah tuan harus membacakan untukku sebanyak lima belas hadits! jawabku. Maka beliaupun membacakan lima belas hadits untukku. Lalu kukatakan kepada beliau: Tuan boleh memukul saya lagi, asalkan tuan menambah hadits untukku! Imam Malik hanya tertawa dan berkata: Pergilah!
Salaf dan Keikhlasan
Generasi salaf adalah generasi yang sangat menjaga aktifitas hati. Seorang lelaki pernah bertanya kepada Tamim Ad-Daari tentang shalat malam beliau. Dengan marah ia berkata: Demi Allah satu rakaat yang kukerjakan di tengah malam secara tersembunyi, lebih kusukai daripada shalat semalam suntuk kemudian pagi harinya kuceritakan kepada orang-orang!
Ar-Rabi` bin Khaitsam berkata: Seluruh perbuatan yang tidak diniatkan mencari ridha Allah, maka perbuatan itu akan rusak!
Mereka tahu bahwa hanya dengan keikhlasan, manusia akan mengikuti, mendengarkan dan mencintai mereka. Imam Mujahid pernah berkata: Apabila seorang hamba menghadapkan hatinya kepada Allah, maka Allah akan menghadapkan hati manusia kepadanya.
Memang diakui, menjaga amalan hati sangat berat karena diri seakan-akan tidak mendapat bagian apapun darinya. Sahal bin Abdullah berkata: Tidak ada satu perkara yang lebih berat atas jiwa daripada niat ikhlas, karena ia (seakan-akan -red.) tidak mendapat bagian apapun darinya.
Sehingga Abu Sulaiman Ad-darani berkata: Beruntunglah bagi orang yang mengayunkan kaki selangkah, dia tidak mengharapkan kecuali mengharap ridha Allah!
Mereka juga sangat menjauhkan diri dari sifat-sifat yang dapat merusak keikhlasan, seperti gila popularitas, gila kedudukan, suka dipuji dan diangkat-angkat.
Ayyub As-Sikhtiyaani berkata: Seorang hamba tidak dikatakan berlaku jujur jika ia masih suka popularitas. Yahya bin Muadz berkata: Tidak akan beruntung orang yang memiliki sifat gila kedudukan. Abu Utsman Sa`id bin Al-Haddad berkata: Tidak ada perkara yang memalingkan seseorang dari Allah melebihi gila pujian dan gila sanjungan.
Oleh karena itulah ulama salaf sangat mewasiatkan keikhlasan niat kepada murid-muridnya. Ar-Rabi` bin Shabih menuturkan: Suatu ketika, kami hadir dalam majelis Al-Hasan Al-Bashri, kala itu beliau tengah memberi wejangan. Tiba-tiba salah seorang hadirin menangis tersedu-sedu. Al-Hasan berkata kepadanya: Demi Allah, pada Hari Kiamat Allah akan menanyakan apa tujuan anda menangis pada saat ini!
Salaf dan Taubat
Setiap Bani Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera bertaubat kepada Allah. Demikianlah yang disebutkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih. Generasi salaf adalah orang yang terdepan dalam masalah ini!
`Aisyah berkata: Beruntunglah bagi orang yang buku catatan amalnya banyak diisi dengan istighfar. Al-Hasan Al-Bashri pernah berpesan: Perbanyaklah istighfar di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar dan dalam majelis-majelis kalian dan dimana saja kalian berada! Karena kalian tidak tahu kapan turunnya ampunan!
Tangis Generasi Salaf
Generasi salaf adalah generasi yang memiliki hati yang amat lembut. Sehingga hati mereka mudah tergugah dan menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Terlebih tatkala membaca ayat-ayat suci Al-Qur`an.
Ketika membaca firman Allah: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (QS. Al-Ahzab : 33) `Aisyah menangis tersedu-sedu hingga basahlah pakaiannya.
Demikian pula Ibnu Umar , ketika membaca ayat yang artinya: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). (QS. Al-Hadid:16) Beliau menangis hingga tiada kuasa menahan tangisnya.
Ketika beliau membaca surat Al-Muthaffifin setelah sampai pada ayat yang artinya: Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam. (QS. Al-Muthaffifiin : 5-6) Beliau menangis dan bertambah keras tangis beliau sehingga tidak mampu meneruskan bacaannya.
Salaf dan Tawadhu`
Pernah disebut-sebut tentang tawadhu` di hadapan Al-Hasan Al-Bashri, namun beliau diam saja. Ketika orang-orang mendesaknya berbicara ia berkata kepada mereka: saya lihat kalian banyak bercerita tentang tawadhu`! Mereka berkata: Apa itu tawadhu` wahai Abu Sa`id? Beliau menjawab: Yaitu setiap kali ia keluar rumah dan bertemu seorang muslim ia selalu menyangka bahwa orang itu lebih baik daripada dirinya.
Ibnul Mubarak pernah ditanya tentang sebuah masalah di hadapan Sufyan bin Uyainah, ia berkata: Kami dilarang berbicara di hadapan orang-orang yang lebih senior dari kami.
Al-Fudhail bin Iyadh pernah ditanya: Apa itu tawadhu`? Ia menjawab: Yaitu engkau tunduk kepada kebenaran!
Mutharrif bin Abdillah berkata: Tidak ada seorangpun yang memujiku kecuali diriku merasa semakin kecil.
Salaf dan Sifat Santun
Pada suatu malam yang gelap Umar bin Abdul Aziz memasuki masjid. Ia melewati seorang lelaki yang tengah tidur nyenyak. Lelaki itu terbangun dan berkata: Apakah engkau gila! Umar menjawab: Tidak Namun para pengawal berusaha meringkus lelaki itu. Namun Umar bin Abdul Aziz mencegah mereka seraya berkata: Dia hanya bertanya: Apakah engkau gila! dan saya jawab: Tidak.
Seorang lelaki melapor kepada Wahab bin Munabbih: Sesungguhnya Fulan telah mencaci engkau! Ia menjawab: Kelihatannya setan tidak menemukan kurir selain engkau!
Salaf dan Sifat Zuhud
Yusuf bin Asbath pernah mendengar Sufyan Ats-Tsauri berkata: Aku tidak pernah melihat kezuhudan yang lebih sulit daripada kezuhudan terhadap kekuasaan. Kita banyak menemui orang-orang yang zuhud dalam masalah makanan, minuman, harta dan pakaian. Namun ketika diberikan kekuasaan kepadanya maka iapun akan mempertahankan dan berani bermusuhan demi membelanya.
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang lelaki yang memiliki seribu dinar apakah termasuk zuhud? Beliau menjawab: Bisa saja, asalkan ia tidak terlalu gembira bila bertambah dan tidak terlalu bersedih jika berkurang.
Demikianlah beberapa petikan mutiara salaf yang insya Allah berguna bagi kita dalam menuju proses penyucian jiwa. Semoga Allah senantiasa memberi kita kekuatan dalam meniti jejak generasi salaf dalam setiap aspek kehidupan.
(ditulis ulang dari Majalah As Sunnah Edisi 04/VI/1423H)
Sumber : salafyoon.net
Selengkapnya...
Selasa, 08 Maret 2011
Keutamaan Tauhid
Tauhid adalah tujuan diciptakannya alam semesta. Tauhid adalah ajaran keselamatan yang dibawa oleh para nabi. Tak seorang nabi pun melainkan menyeru umatnya kepada tauhid.
Tauhid merupakan kewajiban pertama yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan kepada umat manusia, dan sebaliknya larangan pertama yang Allah larang kepada mereka adalah syirik. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Hai manusia beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan sebab itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah : 21-22)Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82).
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia mengatakan: “Ketika ayat ini turun, hal itu cukup memberatkan kaum muslimin. Mereka mengatakan, ‘Adakah di antara kita yang tidak berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri?’ Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda, ‘Bukan demikian yang dimaksud, tetapi maksudnya adalah syirik. Tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman kepada putranya, “Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah kezhaliman yang besar.” (Muttafaq ‘alaih).
Ayat ini memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang bertauhid yang tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kemusyrikan, bahkan mereka justru menjauhinya, maka mereka mendapatkan rasa aman yang sempurna dari adzab Allah di akhirat. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk di dunia.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
“Iman itu ada lebih dari 60 cabang: yang tertinggi ialah pernyataan laa ilaaha illallaah, dan yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari tengah jalan.” (HR. Muslim).
Disebutkan dalam buku Dalilul Muslim fil I`tiqad wat Tathhir karya Fadhilatusy Syaikh Abdullah al-Khayyath sebagai berikut di bawah judul: Tauhid Menyebabkan Kebahagiaan dan Menghapuskan dosa-dosa:
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, seseorang terkadang kakinya tergelincir dan jatuh dalam kemaksiatan. Jika ia termasuk ahli tauhid yang murni dari segala noda syirik, maka tauhidnya dan keikhlasannya dalam menyatakan la ilaha illallah akan menjadi faktor terbesar untuk kebahagiaannya, menghapuskan dosa-dosanya dan menghapuskan kesalahan-kesalahannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam:
“Barangsiapa bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagiNya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya; serta bahwa Isa adalah hamba Allah, utusanNya, kalimatNya yang sampaikan kepada Maryam dan ruh dariNya, surga itu hak, dan neraka itu hak, maka Allah memasukkannya ke dalam surga atas amal yang telah dilakukannya.“
Yakni sejumlah persaksian ini, yang dipersaksikan oleh setiap muslim lewat prinsip-prinsip ini, menyebabkan dirinya masuk ke dalam surga, negeri kenikmatan, meskipun pada sebagian amalnya terdapat kesalahan dan kelalaian. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‘Wahai anak Adam, sekiranya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa hampir sepenuh bumi, kemudian kamu berjumpa kepadaKu dengan tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu pun, niscaya aku memberikan ampunan kepadamu hampir sepenuh bumi pula.” (Hasan, riwayat at-Tirmidzi dan adh-Dhiya’).
Artinya, seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa dan kemaksiatan hampir sepenuh bumi, asal kamu mati dalam keadaan bertauhid, niscaya Aku mengampuni dosa-dosamu.
Disebutkan dalam hadits:
“Barangsiapa yang berjumpa Allah dengan tanpa mempersekutukanNya dengan sesuatu apa pun, niscaya ia masuk surga. Dan barangsiapa yang berjumpa Allah dengan mempersekutukannya pada sesuatu pun, niscaya ia masuk neraka.” (HR. Muslim).
Semua hadits ini memperjelas keutamaan tauhid, dan bahwa tauhid adalah faktor terbesar kebahagiaan seorang hamba, serta sarana terbesar untuk menghapuskan dosa-dosanya dan menghapuskan kesalahan-kesalahannya. Tauhid merupakan tugas dan tanggung jawab setiap individu muslim selama hayat di kandung badan. Dia mengawali hidupnya dengan tauhid, dan meninggalkan alam dunia ini juga harus dengan tauhid. Demikian pula kewajibannya seumur hidup adalah menegakkan nilai-nilai tauhid, mendakwahkannya. Dan hanya tauhidlah yang bisa menyatukan kaum muslimin.
Tauhid akan membebaskan manusia dari peribadahan kepada selain Allah. Karena segala sesuatu selain Allah tidak menciptakan ataupun menguasai kemanfaatan dan kemudharatan. Sehingga ia tidak layak untuk diibadahi. Maka dengan tauhid seorang manusia akan hanya tunduk beribadah kepada Rabb yang menciptakan dirinya.
Tauhid akan membentuk kepribadian yang unggul dan diperhitungkan. Karena dengan tauhid maka seorang manusia hanya memiliki satu sesembahan yang menjadi tujuan ibadah dan ketundukannya, baik ketika bersendirian ataupun bersama keramaian. Dia akan senantiasa berdoa kepada Allah di waktu lapang ataupun di waktu sempit. Berbeda dengan kondisi hati kaum musyrikin yang tercerai-berai demi mengabdi kepada sesembahan-sesembahan mereka. Hati mereka berserakan sebagaimana sesembahan mereka beraneka ragam. Seorang mukmin akan bisa merasakan ketenangan dan keteguhan karena hanya mengabdi kepada satu sesembahan yang benar. Adapun orang-orang musyrik, mereka harus menyeret hatinya kesana kemari menuruti kemauan sesembahan mereka yang beraneka ragam.
Tauhid merupakan sumber keamanan bagi umat manusia. Karena orang yang bertauhid hanya akan merasa takut kepada siksaan Allah, sehingga dia tidak akan merasa takut kepada selain Allah. Dia tidak dicekam oleh rasa takut gara-gara masalah rezeki, keselamatan jiwa, ataupun sanak familinya. Adapun seorang muwahhid hanya menyimpan rasa takut kepada Allah. Sehingga dialah orang yang bisa merasa aman ketika orang lain dicekam oleh ketakutan.
Tauhid merupakan sumber kekuatan diri. Karena dengan tauhid akan melahirkan kekuatan pada diri manusia yang muncul karena rasa harapnya kepada Allah, tawakal kepada-Nya, ridha dengan takdir-Nya dan sabar dalam menghadapi musibah yang menimpanya, serta tidak bergantung kepada makhluk-Nya. Maka seorang muwahhid memiliki hati yang kokoh laksana gunung. Kalau musibah menimpa dirinya maka dia meminta kepada Allah untuk menyingkapkan darinya. Sehingga tidaklah ia meminta kepada orang-orang yang sudah mati.
Tauhid merupakan asas persaudaraan yang hakiki dan persamaan. Karena ajaran tauhid tidak mengizinkan bagi siapapun untuk mengangkat sebagian makhluk untuk menjadi sesembahan tandingan selain-Nya. Maka uluhiyah adalah hak Allah semata dan sudah menjadi kewajiban bagi seluruh manusia untuk tunduk beribadah hanya kepada-Nya. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan dan panutan bagi segenap umat manusia dalam menjalankan kewajiban yang agung ini.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Dikutip dari buku “Meniti dan Meneladani Golongan yang Selamat”
Penulis : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Penerbit : Pustaka At-Tibyan
Artikel : an-naba.com
Selengkapnya...
Kamis, 03 Maret 2011
SEORANG AYAH BERTAUBAT DENGAN SEBAB ANAKNYA YANG MASIH BERUSIA 7 TAHUN
Satu lagi, kisah nyata di zaman ini. Seorang penduduk Madinah berusia 37 tahun, telah menikah, dan mempunyai beberapa orang anak. Ia termasuk orang yang suka lalai, dan sering berbuat dosa besar, jarang menjalankan shalat, kecuali sewaktu-waktu saja, atau karena tidak enak dilihat orang lain.
Penyebabnya, tidak lain karena ia bergaul akrab dengan orang-orang jahat dan para dukun. Tanpa ia sadari, syetan setia menemaninya dalam banyak kesempatan.
Ia bercerita mengisahkan tentang riwayat hidupnya:
“Saya memiliki anak laki-laki berusia 7 tahun, bernama Marwan. Ia bisu dan tuli. Ia dididik ibunya, perempuan shalihah dan kuat imannya.Suatu hari setelah adzan maghrib saya berada di rumah bersama anak saya, Marwan. Saat saya sedang merencanakan di mana berkumpul bersama teman-teman nanti malam, tiba-tiba, saya dikejutkan oleh anak saya. Marwan mengajak saya bicara dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Mengapa engkau tidak shalat wahai Abi?”
Kemudian ia menunjukkan tangannya ke atas, artinya ia mengatakan bahwa Allah yang di langit melihatmu.
Terkadang, anak saya melihat saya sedang berbuat dosa, maka saya kagum kepadanya yang menakut-nakuti saya dengan ancaman Allah.
Anak saya lalu menangis di depan saya, maka saya berusaha untuk merangkulnya, tapi ia lari dariku.
Tak berapa lama, ia pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, meskipun belum sempurna wudhunya, tapi ia belajar dari ibunya yang juga hafal Al-Qur’an. Ia selalu menasihati saya tapi belum juga membawa faidah.
Kemudian Marwan yang bisu dan tuli itu masuk lagi menemui saya dan memberi isyarat agar saya menunggu sebentar… lalu ia shalat maghrib di hadapan saya.
Setelah selesai, ia bangkit dan mengambil mushaf Al-Qur’an, membukanya dengan cepat, dan menunjukkan jarinya ke sebuah ayat (yang artinya):
”Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Allah Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaithan” (Maryam: 45)
Kemudian, ia menangis dengan kerasnya. Saya pun ikut menangis bersamanya. Anak saya ini yang mengusap air mata saya.
Kemudian ia mencium kepala dan tangan saya, setalah itu berbicara kepadaku dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Shalatlah wahai ayahku sebelum ayah ditanam dalam kubur dan sebelum datangnya adzab!”
Demi Allah, saat itu saya merasakan suatu ketakutan yang luar biasa. Segera saya nyalakan semua lampu rumah. Anak saya Marwan mengikutiku dari ruangan satu ke ruangan lain sambil memperhatikan saya dengan aneh.
Kemudian, ia berkata kepadaku (dengan bahasa isyarat), ”Tinggalkan urusan lampu, mari kita ke Masjid Besar (Masjid Nabawi).”
Saya katakan kepadanya, ”Biar kita ke masjid dekat rumah saja.”
Tetapi anak saya bersikeras meminta saya mengantarkannya ke Masjid Nabawi.
Akhirnya, saya mengalah kami berangkat ke Masjid Nabawi dalam keadaan takut… Dan Marwan selalu memandang saya.
Kami masuk menuju Raudhah. Saat itu Raudhah penuh dengan manusia, tidak lama datang waktu iqamat untuk shalat isya’, saat itu imam masjid membaca firman Allah (yang artinya),
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui” (An-Nuur: 21)
Saya tidak kuat menahan tangis. Marwan yang berada disampingku melihat aku menangis, ia ikut menangis pula. Saat shalat ia mengeluarkan tissue dari sakuku dan mengusap air mataku dengannya.
Selesai shalat, aku masih menangis dan ia terus mengusap air mataku. Sejam lamanya aku duduk, sampai anakku mengatakan kepadaku dengan bahasa isyarat, ”Sudahlah wahai Abi!”
Rupanya ia cemas karena kerasnya tangisanku. Saya katakan, ”Kamu jangan cemas.”
Akhirnya, kami pulang ke rumah. Malam itu begitu istimewa, karena aku merasa baru terlahir kembali ke dunia.
Istri dan anak-anakku menemui kami. Mereka juga menangis, padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi.
Marwan berkata tadi Abi pergi shalat di Masjid Nabawi. Istriku senang mendapat berita tersebut dari Marwan yang merupakan buah dari didikannya yang baik.
Saya ceritakan kepadanya apa yang terjadi antara saya dengan Marwan. Saya katakan, “Saya bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah, apakah kamu yang mengajarkannya untuk membuka mushaf Al-Qur’an dan menunjukkannya kepada saya?”
Dia bersumpah dengan nama Allah sebanyak tiga kali bahwa ia tidak mengajarinya. Kemudian ia berkata, “Bersyukurlah kepada Allah atas hidayah ini.”
Malam itu adalah malam yang terindah dalam hidup saya. Sekarang -alhamdulillah- saya selalu shalat berjamaah di masjid dan telah meninggalkan teman-teman yang buruk semuanya. Saya merasakan manisnya iman dan merasakan kebahagiaan dalam hidup, suasana dalam rumah tangga harmonis penuh dengan cinta, dan kasih sayang.
Khususnya kepada Marwan saya sangat cinta kepadanya karena telah berjasa menjadi penyebab saya mendapatkan hidayah Allah.”
( “Da’i Cilik”, Fariq Gasim Anuz, Penerbit: Darul Falah, Jakarta, Indonesia ) Selengkapnya...
Label:
Akhlak,
buat saudaraku,
Cinta,
kisah
Rabu, 23 Februari 2011
SEUNTAI KATA TENTANG CINTA
Cinta bagaikan gema, engkau kirimkan kepada orang-orang disekelilingmu, lalu ia kembali kepadamu.
Engkau tebarkan dilingkunganmu, ia kembali kepangkuanmu.
Apa yang engkau lihat pada orang lain engkau dapatkan pada dirimu. Mereka pun memberikan kepadamu cinta dan kasih sayang.
Engkau yang melukis jalan yang akan dilalui mereka dalam bersikap kepadamu. Jika engkau bersikap baik kepada mereka dan mencintai mereka, niscaya mereka mencintaimu.
Kalau engkau memberikan faedah untuk mereka, mereka akan memberimu faedah.
Pasti! Saling mencintai dan mengasihi itu karena dan dijalan Allah.
Dan orang yang paling pertama mendapatkan cinta dan kelembutan perasaanmu adalah orangtua, istri atau suami dan anak-anakmu.
Rasul shollalllahu ‘alaihi wa sallama bersabda,
خيركم خيركم لأهله و أنا خيركم لأهلي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik bagi keluarganya dan aku adalah yang paling baik bagi keluargaku”.[1]
Tidaklah tersesat banyak manusia dari jalan Robb mereka melainkan karena mereka lebih mengedepankan cinta kepada segala sesuatu melebihi cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikian juga sebagian orang yang tenggelam dalam lembah permusuhan, dengki dan dendam kesumat adalah karena hilangnya cinta dari hati mereka.
Cobalah rasakan hidup – walau sebentar – dengan merasakan cinta manusia kepadamu, sedikit atau pun banyak. Bukankah hari-hari itu akan menjadi hari-hari terindah dalam kehidupanmu?.[2]
Dengarkan firman Allah Ta’ala,
إن الذين أمنوا وعملوا الصالحات سيجعل لهم الرحمن ودا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh Allah yang Maha pengasih akan menjadikan untuk mereka kasih-sayang”.[3]
Maksudnya cinta di hati manusia untuk mereka!
Pernahkah engkau bertanya pada dirimu sendiri, “Bagaimana diriku dengan cinta dilangit ini?”. Bukankah engkau pernah mendengar firman Allah Ta’ala dalam hadits Qudsi, “Sesungguhnya aku mencintai fulan, maka cintailah ia”. Lalu malaikat menyambutnya dengan penuh cinta dan rindu, kemudian diletakkan untuk penerimaan di muka bumi yaitu dengan cinta manusia kepadanya?!
Subhanallah!!
Seseorang dicintai Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dicintai Jibril dan para malaikat yang menghuni langit. Kemudian Allah jadikan manusia mencintainya … alangkah indahnya hidup orang tersebut.
Salah seorang di antara kita selalu mencari dan mengharapkan cinta makhluk kepadanya. Dadanya akan serasa sesak dan lidahnya bagai kelu jika mereka membencinya. Dan ia akan terbang karena gembira jika mereka mencintainya.
Orang ini mencari cinta manusia kepadanya disetiap tempat dan pada setiap insane. Akan tetapi ia lupa – kadang-kadang atau bahkan sering – cinta Robb-nya insan. Ia lupa apakah ia termasuk orang-orang yang dicintai Allah atau sebaliknya?
Demi Allah, saudaraku!! Apa guna cinta seluruh makhluk kepada kita jika Robb pencinta seluruh makhluk membenci kita?!
Renungkan bagaimana Asiyah mendahulukan tetangga sebelum tempat tinggal dalam do’anya, “Robbku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah di dalam surga”.[4]
Bagaimana menurutmu, kalau dikatakan kepada orang-orang mukminin : pilihlah antara surga tidak ada padanya Robb kalian dan padang tandus kalian bersama Robb kalian. Menurutmu apa yang akan mereka pilih?
Oohh .. alangkah meruginya orang yang tidak pernah merasakan yang paling indah dan manis dalam kehidupan ini!
Tahukah engkau apa itu? Dicintai Allah dan mencintai-Nya.
Cinta Allah kepada hamba adalah puncak cita-cita orang-orang yang sholeh. Karena apabila Allah cinta kepada hamba-Nya, Dia ridho kepadanya, meridhoi amalan, perkataan dan hatinya. Kebahagiaan apalagi yang melebihi itu?
Katakana kepadaku sejujurnya: apakah ada seseorang yang tulus dan benar dalam mencintai kekasihnya lalu ia menyiksa kekasihnya? neraka apalagi yang ditakuti seorang hamba apabila ia dicintai Allah? (dan bagi Allah adalah perumpamaan yang lebih tinggi – walillahil Matsalil A’laa).
[1] Shohih Al Jami’ (3314).
[2] Kholid Al Ahmady, Al Hubb dengan beberapa penyesuaian.
[3] Maryam : 96.
[4] At-Tahrim : 11.
Sumber : Abuzubair.net Selengkapnya...
Langganan:
Postingan (Atom)